August 25, 2017

Pustaka Berjalan, Menularkan Budaya Membaca Versi Garut


komunitas Pustaka Berjalan Garut-Kompas.id

Kesadaran masyarakat untuk membaca masih rendah. Apalagi, gawai semakin canggih, banyak yang semakin malas membaca buku. Dengan kondisi itu, sekelompok mahasiswa membentuk komunitas Pustaka Berjalan untuk menularkan hobi membaca. Bagi Dicki Lukmana dan Dzikrilah, memerlukan keberanian dan percaya diri untuk membuat sebuah perpustakaan umum. Dua mahasiswa Jurusan Jurnalistik Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Garut, Jawa Barat, meski berpenampilan rambut gondrong punya perhatian khusus pada minat baca masyarakat.
Dimulai dari kebiasaan membaca buku, mereka sering menggembol ransel yang penuh dengan buku-buku bacaan. Satu ransel ukuran 16 liter bisa diisi sampai 10 buku bacaan.Awalnya, mereka hobi membaca buku tentang apa saja. Sayangnya, koleksi buku yang terus bertambah, tertumpuk tidak terurus. Untuk itu, mereka rela meminjamkan bukunya kepada teman-teman di kampus. Lama-kelamaan Dicki dan Dzikri dilabeli sebagai Pustaka Berjalan (Puber) oleh teman- temannya. Apalagi, mereka selalu membawa tas yang penuh dengan buku-buku.
“Kami dijuluki si ‘puber’ karena tas kami selalu penuh dengan puluhan buku,” ujar Dzikri ketika ditemui di lapaknya di sekitar alun-alun Jalan Ahmad Yani, Garut, Jumat (11/8) lalu.Seiring berjalannya waktu, mulai November 2016, Puber memberanikan diri membuka lapak di beberapa acara, seperti di acara musik, festival sekolah, dan seminar. Di situ, siapa saja boleh membaca koleksi buku mereka.“Koleksi buku-buku kami lumayan variatif, mulai dari novel, sastra, sejarah, pengetahuan sampai buku cerita anak. Kalau yang paling sering dipinjam biasanya novel dan sejarah,” kata Dicki.
Lalu, dua bulan kemudian, mereka memberanikan diri menggelar lapak di tempat umum. Mereka melihat fasilitas tempat membaca umum di Garut masih sedikit. Hanya ada satu perpustakaan umum daerah.“Kami berangkat dari kesadaran kalau fasilitas tempat membaca umum di Garut masih minim. Nah, kami, kan, punya koleksi buku yang cukup banyak, ya, sudah dibawa saja ke kampus untuk buka lapak. Dan, sekarang kami buka di tempat umum, seperti di Alun-Alun Garut,” kata Dicki.
Menurut Dicki, koleksi buku-buku di perpustakaan umum, kebanyakan sulit dipahami oleh orang awam. “Sebenarnya, minat baca masyarakat memang bagus. Namun, karena orang-orang malas ke perpustakaan dan juga koleksi bukunya lebih spesifik untuk kalangan tertentu,” katanya.Sejak Januari 2017, Puber membuka lapak di Alun-Alun Garut. Mereka yang bergabung ke komunitas untuk merelakan bukunya dibaca dan dipinjam pun semakin bertambah. Saat ini, ada delapan anggota Puber yang aktif. Sementara pengunjung yang datang bisa berasal dari mana saja. Bukan hanya membaca buku di tempat lapak, pengunjung juga bisa meminjam dengan catatan harus dikembalikan dalam waktu dua minggu.
Tak ketinggalan pedagang yang ingin membaca buku pun datang ke lapak Puber. “Lapaknya sangat menarik, ragam buku yang banyak membuat pengetahuan saya bertambah. Walaupun saya hanya tukang gorengan, saya juga perlu membaca untuk menambah pengetahuan saya,” ujar Endang, pedagang gorengan di sekitar alun-alun. 
Menambah koleksi
Semakin banyaknya peminat membuat Puber bersemangat menambah koleksi buku-bukunya. “Buat penambahan buku, kami menerima donasi buku, dengan membangun jaringan dengan komunitas-komunitas lainnya. Kadang-kadang ada juga pengunjung lapak baca yang sengaja datang untuk berdonasi,” kata Dicki. Saat ini, jumlah buku yang mereka miliki sebanyak 200 judul. Buku yang mereka dapatkan adalah hasil dari swadaya dan milik pribadi. Puber mengharapkan kehadirannya bisa meningkatkan minat baca masyarakat Garut. Apalagi untuk membaca di tempat ini semuanya gratis, tidak dipungut biaya.
Salah satu hal yang unik dari Puber yang hampir semua anggotanya berambut gondrong. Sampai-sampai mereka membuat diskusi terbuka tentang “Rambut dan Komoditas”. Hal tersebut dilakukan untuk mengenalkan Puber ke masyarakat, dan mengubah pandangan orang lain tentang rambut gondrong. Diskusi merupakan cara Puber untuk untuk menambah aktivitas. Dua minggu sekali, mereka mengadakan diskusi umum yang dinamakan ngumpul heula (berkumpul dulu). Pertemuan tersebut diadakan di awal dan pertengahan bulan. Untuk menambah inspirasi Puber juga kerap kali hiking (naik gunung). “Selain ngelapak, kita ngumpul buat diskusi tentang hal yang lagi hits saat ini, kita juga sering naik gunung,” ujar Dicki.

Tak hanya lapak membaca, Puber juga mempunyai agenda untuk membantu perpustakaan desa yang teringgal. Saat ini, Puber sedang membantu perpustakaan di Cigintung, Kecamatan Singajaya, Garut, karena kurangnya sumber daya manusia.Untuk ikut bergabung dengan Puber, syaratnya harus sering kumpul dan membantu acara. Sebenarnya, bukan hal yang di sengaja anggota Puber berambut gondrong. “Rambut gondrong hanya identitas. Semoga saja bisa mengubah anggapan masyarakat tentang rambut gondrong yang identik dengan premanisme,” ujar Dicki. (SIE/*)
Sumber : https://kompas.id/baca/gaya-hidup/2017/08/22/menularkan-budaya-membaca-ke-urang-garut/

No comments:

Post a Comment