March 17, 2017

Jadi Penulis Harian Lepas-Ternyata Mengasikkan

Pengalaman Jadi Penulis Harian Koran Lepas
Perhatikan gaya penulisan media tersebut. Demikian juga dengan gaya penulisan opininya di koran tersebut, sebab masing-masing media mempunyai standar dan selera penulisan yang berbeda.
Topik Aktual. Koran terbit setiap hari, isu berubah setiap saat. Untuk menulis topik aktual, tantangannya adalah  untuk tidak hanya mengerti isu-isu terdahulu tapi juga memprediksi isu yang akan datang. Karena itu mengikuti isu yang tengah berkembang di media tersebut, namun bukan semacam berita melainkan opini dengan berbagai perspektif. Sebagai penulis opini, kita dituntut cermat menghadirkan perspektif baru untuk mengurai persolan yang tengah terjadi bahan penulisan melalui tersebut tersebut.
Ide Orisinal, Bukan Plagiat atapun Kompilasi. Terka dang data didapat dari tulisan lain. Tapi yang perlu diperhatikan, jangan sampai data itu justru menjadi yang utama dalam tulisan. Kembangkan ide terlebih dahulu baru kemudian data mengikuti.


Mengirimkan artikel ke Koran atau umumnya kolom opini di media massa, mungkin menjadi dambaan bagi para penulis. Entah menulis untuk  koran berskala nasional atau pun lokal, yang jelas ada prestise tersendiri bagi penulisnya serta kepuasan berbagi perspektif pada masyarakat. Namun demikian, kita harus punya perhitungan, sebab kita akan bersaing dengan banyak penulis profesional. Keraskah persaingan itu? Jawabnya tentu relative. Kalau tulisan anda memang bagus dan berkualitas serta pada waktu yang tepat, maka kemungkinan artikel anda untuk dimuat besar sekali. Tetapi apakah itu suatu jaminan? Tentu tidak, sebab pada ahirnya yang berhak menentukan dimuat tidaknya tulisan anda tersebut tergantung Redaksi dan Pimpinan Redaksinya. 


Dalam upaya menulis di media arus utama ini, kita perlu banyak belajar dari penulis lain tentang keberhasilan mereka menembus media massa. Yakni dengan membaca artikel-artikel mereka serta memperhatikan waktu artikel tersebut dimuat.  Salah satu rubrik paling polpuler adalah opini, dimana banyak penulis profesional begitu antusias menulis di sini. Karena itu, saya ingin mengatakannya di sini, bahwa mencoba kemampuan menulis anda bisa diukur dari sisi ini. Meski demikian bukan berarti sebuah tulisan yang tidak bisa dimuat di suatu kolom opini Surat Kabar berarti tulisan tersebut jelek. Dalam hal ini ada terpaut soal selera. Tetapi sebagai calon penulis professional hal seperti ini bisa jadi pertanda. Mampukah anda membuat tulisan dan dimuat di Koran tersebut. Mulailah berjenjang, urutkan dari Koran kecil di kota anda, kemudian ke kota tetangga dan seterusnya hingga Koran terbaik di negeri ini. Menurut saya ide seperti itu akan mampu menumbuhkan adrenalin kepenulisan anda, dan itu sesuatu yang menarik.
Saya pernah berada pada kondisi seperti itu, tetapi motivasinya berbeda. Waktu tahun-tahun 70 an saat masih mahasiswa di UGM Yogyakarta, saya berjuang untuk bisa menjadi penulis Koran demi mendapatkan honornya. Saat itu belum ada computer, belum ada wifi dan kehidupan Online. Yang ada barulah mesin tik dan Tip Eks sebagai penghapusnya. Di tengah berbagai keterbatasan dan kegiatan perkuliahan, saya melakukan pelatihan menulis dengan otodidak ( Kisah selengkap nya sobat bisa lihat dibuku saya: Ketika Semua Jalan Seolah Tertutup… Menulis Malah Memberiku Semuanya). Hasilnya setelah enam bulan berjuang barulah satu tulisan saya dimuat di Koran  Dua Mingguan Eksponen di jalan KH Dahlan-Yogyakarta. Senangnya bukan main.
 Dua bulan berikutnya, hampir semua Koran nasional sudah menerbitkan artikel-artikel saya. Yang Paling melegakan, saya dapat mempertahankan penghasilan honor dari tulisan saya tiap bulannya antara 17-35 ribu rupiah. Sutau capaian yang tidak sederhana. Saya masih ingat anak bupati yang kostnya di Realino waktu itu wesselnya baru sebesar Dua puluh lima ribu rupiah. Harga beras per Kg baru tiga puluh rupiah. Jadi harga satu artikel di harian Nasional seperti Kompas-Sinar Harapan dan Surabaya Post waktu itu bervariasi antara 17,500 sampai 30,000 rupiah atau setara dengan 580 kg -1000 kg beras ukuran sedang, sementara Koran Lokal seperti Kedaulatan Rakyat, Pikiran Rakyat dan Suara Merdeka bervariasi antara 1500-2500 rupiah. Berkaca dengan pengalaman ini maka menjadi penulis professional adalah soal kemauan.
Inilah beberapa Tips atau kiat yang umumnya dilakukan para penulis pemula, sehingga tulisannya berhasil menembus media. Di antaranya;
Perhatikan gaya penulisan media tersebut. Demikian juga dengan gaya penulisan opininya di koran tersebut, sebab masing-masing media mempunyai standar dan selera penulisan yang berbeda.
Topik Aktual. Koran terbit setiap hari, isu berubah setiap saat. Untuk menulis topik aktual, tantangannya adalah  untuk tidak hanya mengerti isu-isu terdahulu tapi juga memprediksi isu yang akan datang. Karena itu mengikuti isu yang tengah berkembang di media tersebut, namun bukan semacam berita melainkan opini dengan berbagai perspektif. Sebagai penulis opini, kita dituntut cermat menghadirkan perspektif baru untuk mengurai persolan yang tengah terjadi bahan penulisan melalui tersebut tersebut.
Ide Orisinal, Bukan Plagiat atapun Kompilasi. Terka dang data didapat dari tulisan lain. Tapi yang perlu diperhatikan, jangan sampai data itu justru menjadi yang utama dalam tulisan. Kembangkan ide terlebih dahulu baru kemudian data mengikuti.
 Argumentasi Logis.Logisme adalah syarat mutlak supaya ide dapat diterima dengan baik oleh masyarakat. Karena, tujuan menulis sejatinya adalah untuk menyumbangkan solusi dan tidak bertele-tele. Kurangi kata ‘kita’. Karena kata ‘kita’ mengesankan tulisan tersebut adalah tajuk rencana atau tulisan untuk meyapa redaksi. Sebut saja saya atau penulis kecuali kalau sifatnya memang sudah common sense.
Mengikuti Aturan.Perhatikan betul ejaan yang digunakan. Perhatikan pula aturan yang ditentukan oleh redaksi, misalnya: jenis tulisan, jumlah karakter, margin, spasi, dan seterusnya. Sebaik-baiknya tulisan tapi jika tidak mengikuti aturan tetap akan ditolak oleh redaksi. Kemudian menggunakan Bahasa yang Sopan.Keba nyakan media kini menerima tulisan melalui e-mail. Karena kemudahan ini, terkadang kaidah dan etika menulis surat terabaikan. Tulislah isi e-mail dengan sapaan kepada redaksi dan berisi maksud e-mail tersebut dengan bahasa yang sopan. Dengan begitu, redaksi jadi lebih merasa dihormati.
Perbanyak referensi. Sebuah tulisan akan sulit meyakinkan redaksi kolom opini jika referensinya kurang meyakinkan, entah itu sebagai data penguat, atau teori yang digunakan dalam menopang perspektif tulisannya. Meski referensi yang berlebihan juga pasti akan menyebalkan, dan itu tentu tidak disukai.
Afiliasi dalam sebuah lembaga atau organisasi. Biasanya, background seorang penulis opini juga dipertim bangkan. Hal ini bisa dimaklumi, misalkan anda seorang peneliti dari lingkungan Kementerian Pertahanan. Meskipun apa yang anda tuliskan sebenarnya tidak jauh beda dari penulis lainnya, tetapi latar belakang anda dari Kementerian terkait telah mempunyai nilai tersendiri bagi mereka. Lagi pula Harian tersebut ada juga keinginan untuk melahirkan penulis dari lingkungan Kementerian Pertahanan. Dari pengalaman penulis sendiri, sering terasa ada perhatian dari Redaksi terkait dimana posisi penulisnya. Saya masih ingat takkala penulis melakukan penegasan batas antara Indonesia dan Papua New Guinea, semua tulisan yang saya kirimkan dari lokasi tersebut dimuat oleh media yang saya kirimi. Begitu juga pada saat saya melaksanakan Kuliah Kerja Nyata, semua tulisan-tulisan dari lapangan tersebut dimuat oleh media yang saya kirimi. Kesan saya waktu itu, redaksinya seperti ingin membantu penulisnya. Dengan kata lain latarbelakang si penulis termasuk sesuatu yang jadi pertimbangan redaksi.


Juga jangan lupa untuk melampirkan data diri penulis. Syarat yang satu ini juga penting. Jangan lupa cantumkan scan KTP atau tanda diri lainnya seperti nomor NPWP, nomor rekening (biasanya ada honor untuk penulis), dan foto diri . Untuk syarat seperti ini, biasanya agak berbeda antara Koran yang satu dan lainnya, karena itu perlu disesuaikan dengan permintaan media bersangkutan.( Sumber : http://www.bukuperbatasan.com/index.php/2017/03/17/pengalaman-jadi-penulis-harian-koran-lepas/)

Pernah Dengar BrandingPersonal Branding, Mantapkan Kualitas BrandingMu




Apa pula itu Personal Branding?  Anda harus percaya ini. Ini sangat mendasar. Personal Branding adalah personifikasi seperti apa yang Anda inginkan Orang lain tentang diri Anda termasuk semua hal yang anda perjuangkan dan menjadi Trade Mark anda sendiri. Ya  Personal branding adalah bagaimana cara Anda membangun dan memperkenalkan/mempromosikan apa yang Anda perjuangkan baik untuk karir ataupun bisnis Anda. Selama ini kita memang lebih familiar dengan penggunaan istilah brand pada produk-produk terkenal semacam Samsung, Microsoft, atau Apple. Dimana dengan mendengar Namanya saja anda sudah percaya tentang “kualitas” produk tersebut. Nah kalau anda tertarik terkait hal-hal seperti itu, maka Produk ini cocok untuk anda pertimbangkan.









March 7, 2017

CONTENTIO : Mengubah Video Menjadi Artikel yang unik dan Google Friendly

CONTENTIO : Mengubah Video Menjadi Artikel yang unik dan Google Friendly

WP Contentio adalah Plugin yang mengubah sub Judul Video Youtube menjadi sebuah posting blog, selain itu, konten yang dihasilkan juga 100%, Mudah dibaca dan tidak melanggar copyright,tidak seperti kebanyakan dari layanan lainnya.
Sebuah Wordpress Plugin yang akan mengubah cara pelanggan Anda membuat konten yang sangat UNIK. Sekarang, di luaran sana ada ribuan layanan atau Content Writer. Namun, Jika anda memiliki WP-Contentio itu semua akan memudahkan Anda membuat sebuah Konten bahkan
hanya dalam hitungan DETIK saja. Ya, betul, konten yang 100% unik dan tidak dapat ditemukan pada setiap blog atau situs.


1. Hyperlink - Buatlah Keyword yang mengarah Ke berbagai Situs atau Blog      Anda sebagai SEO TOOLS anda.
2. Hanya dalam hitungan DETIK anda dapat membuat kontent melalui video      YouTube.
3. Buat Call To Action dalam setiap Postingan untuk Penawaran Produk/Jasa      Anda
4. Spinner - Spin Artikel agar semakin UNIK
5. Integration Youzign - Sebagai editing thumbnail agar UNIK
6. Integration DropMock
7. Instan Post TAG
8. Automated Content Creation
9. Auto Share to Social Media
10. Multi Post with Video ( Long Form )
11. Setting by Kategori
12. Unlimited Site

February 17, 2017

Buku adalah Senjata



Oleh Nirwan Ahmad Arsuka 

Jika bangsa adalah sebuah tubuh, maka pengetahuan-dalam pengertiannya yang paling luas-adalah oksigen yang menentukan kesehatan dan keutuhan bangsa tersebut. Buku-buku yang beredar, dan musik yang menjalar (dan itu bukan hanya musik Bob Dylan yang tahun lalu mendapat Hadiah Nobel untuk Sastra), mungkin bisa dilihat sebagai hemoglobin yang mengikat oksigen pengetahuan itu. Pustaka yang bergerak memburu pembaca bisa dilihat sebagai sel-sel darah merah yang mencoba mengedarkan oksigen itu ke bagian-bagian tubuh, termasuk yang paling jauh dari jantung.

Menyamakan antara relawan pustaka dan sel darah merah ini mungkin terlalu menyederhanakan banyak hal, dan karena itu bisa menyesatkan. Maklum, analogi ini dibuat oleh mahasiswa kedokteran yang gagal meneruskan kuliah karena terdeteksi mengidap lemah warna merah dan buta warna hijau. Tapi, mereka yang buta warna pun, bahkan buta total seperti Helen Keller, bisa melihat jelas betapa pengetahuan baru itu bisa benar-benar hadir bagai oksigen yang memungkinkan produksi energi yang sangat penting bagi kehidupan.
Memburu pembaca  Sekitar 2.000 meter dari markas Noken Pustaka Papua di Pasirputih, Manokwari, ada satu kampung yang diisi para pendatang dari satu sub-suku Gunung Arfak. Ketika saya tiba di Manokwari, kampung itu masih disebut Kampung Vietnam. Permukiman dan penduduk kampung ini memang tampak lebih asing dan tertinggal dibandingkan tetangganya yang hanya berjarak hampir 1.000 meter.
Sekalipun ada sekolah gratis di wilayah itu, anak-anak perempuan di Kampung Vietnam dilarang bersekolah. Relawan Noken Pustaka berupaya mendatangi kampung itu membawa bacaan gratis dengan harapan buku-buku tersebut akan membantu anak-anak perempuan itu membangun kemampuan baca tulis. Anak-anak itu pun makin banyak yang bersemangat belajar karena mereka tahu, sekali mereka bisa membaca, mereka akan dapat membujuk bahkan mendesak orangtua mereka agar mereka diperbolehkan bersekolah. Di tangan anak-anak perempuan itu, buku menjadi senjata untuk membebaskan diri dari kurungan keluarga.
Beberapa puluh kilometer dari Kampung Vietnam, ada seorang kepala sekolah dari keluarga kepala suku yang agak kesal ketika rombongan Pustaka Bergerak Papua Barat datang mendadak tanpa pemberitahuan. Ia menyesali tak dapat menyuguhkan yang terbaik kepada rombongan, yang terdiri dari “Si Belang Kuda Pustaka”, Agus Mandowen si pemanggul noken, dan Anand Yunanto si pengendara “Motor 3 Roda Noken”. Seandainya pak kepala sekolah diberi tahu lebih awal, ia akan dengan senang hati mengajak warganya berburu rusa dan lobster untuk menjamu rombongan pustaka bergerak itu.
Memang yang dibawa bukanlah buku baru semua, tapi buat pak kepala sekolah, buku-buku itu adalah barang amat langka yang bisa memperbaiki kehidupan warganya. Pak kepala sekolah yang sempat mengenyam pendidikan formal itu bisa bercerita panjang lebar bagaimana buku telah mengubah hidupnya, dan ia juga ingin kehidupan warganya meningkat lebih baik.
Sementara bagi Asnan Khaerul dan para relawan Kandayan Pustaka yang bergerak di perbatasan antara Indonesia dan Malaysia, buku-buku sumbangan adalah senjata untuk melindungi dan memperbaiki kehidupan masyarakat asli dan para pendatang yang banyak bekerja di perkebunan. Godaan untuk berpindah ke wilayah seberang perbatasan dibentangkan setiap hari di depan mata. Tapi, para relawan itu, dan warga yang mereka dampingi, rupanya masih punya ikatan emosional kuat dengan tanah air bernama Indonesia. Dan, yang mereka harapkan agar bisa menangkal godaan dan merawat ikatan emosional itu hanyalah sumbangan buku, hemoglobin yang mengikat oksigen. Iswan Kinsank, relawan Kandayan Pustaka Kalimantan Utara, menyeru: “Kirimlah buku agar NKRI tetap utuh.”
Buat orang-orang ini, pengetahuan yang diikat dalam teks, atau dalam nada, sungguh mirip oksigen yang diikat dalam hemoglobin: sumber kekuatan untuk membakar metabolisme, membangkitkan daya hidup mengolah dunia. Jika buku dan aneka karya yang mengikat pengetahuan segar tak banyak beredar, maka sebuah bangsa bisa tampak seperti tubuh yang mengidap anemia. Kelesuan metabolisme yang kadang dirasakan dalam tubuh bangsa kita ini disebabkan bukan hanya oleh belum banyaknya sel darah merah, juga oleh kurang bagusnya pembuluh nadi. Banyak wilayah kita yang belum tertembus oleh jalan, dan para relawan jadi seperti sel darah merah yang harus menumbuhkan kaki sendiri dan tak semata mengandalkan dorongan dari jantung agar bisa bergerak mencapai pembaca yang nyaris tak terjangkau.
Darah dan sumsum  Pengembangan jaringan pembuluh nadi yang luas dan lancar adalah harapan besar yang juga ditunggu oleh Pustaka Bergerak. Disebut harapan besar karena untuk saat ini biaya pengiriman buku dari Jakarta ke Intan Jaya, Papua, misalnya, bisa demikian tinggi sehingga nilainya lebih mahal daripada harga buku.
Selain menyiasati sistem distribusi, membangun jalur, dan menerobos rintangan yang menghalangi jaringan pembuluh nadi, kita juga punya tantangan dalam memproduksi hemoglobin yang baik. Jika pustaka bergerak dinilai dari mobilitasnya memburu pembaca, pustaka tak bergerak dinilai dari kemampuannya membangun koleksi yang bagus dan unik. Jika relawan pustaka bergerak bisa dilihat sebagai sel darah merah pengangkut hemoglobin, maka pekerja pustaka tak bergerak yang secara sadar membangun koleksi yang segar dan kaya, menghimpun serpihan pengetahuan yang nyaris hilang ke dalam kliping, seperti yang dilakukan HB Jassin, Pramoedya, atau kawan-kawan di Indonesia Buku (I-Boekoe), misalnya, bisa dilihat sebagai sel sumsum yang memproduksi hemoglobin.
Pustaka tak bergerak yang ada di kampus-kampus dan lembaga-lembaga pengetahuan tentu harus ditakar prestasinya bukan hanya pada kemampuannya mengoleksi buku, juga pada kesuburannya memproduksi buku bagus, menghasilkan hemoglobin pengikat oksigen segar yang bisa diedarkan oleh sel darah merah ke seluruh tubuh.
Oksigen yang segar, pengetahuan yang unggul, selalu mengandung paradigma yang juga unggul, yang paling bisa menjelaskan dan menyatukan banyak hal. Sayang sekali bahwa masih banyak buku kita yang hanya mereproduksi paradigma lama yang sudah kehilangan kekuatan. Buku-buku seperti ini tak cukup banyak mengandung oksigen segar dan lebih banyak menyimpan karbon dioksida, sisa-sisa metabolisme, produk pandangan dunia lama, yang jika menumpuk dalam jumlah besar akan merusak kesehatan tubuh.
Oksigen paling segar, pengetahuan paling ampuh, yang membentuk kenyataan dunia saat ini, datang dari nalar kritis yang telah meledakkan revolusi ilmu dan teknologi. Memang, ada yang tampak mencemaskan dari revolusi ilmu dan teknologi saat ini. Nalar kritis yang habis-habisan meneliti dirinya dan semesta ini tampak seperti mempereteli segala yang dulu mulia yang disematkan pada dirinya, dan menemukan bahwa nalar kritis itu tak lain dari algoritme saja.
Tarian semesta  Saya juga pernah, lebih 10 tahun yang lalu, menganggap bahwa alam semesta seisinya ini adalah sejenis algoritme, sebuah “Labirin Berujung Tunggal” yang tujuannya adalah pengekalan dan penyempurnaan diri sistem. Anggapan ini masih bertahan sampai sekarang, tapi ketimbang melihat seluruh kenyataan ini sebagai algoritme semesta data yang dingin, ada unsur “api” yang membuat seluruh kenyataan semesta jadi semacam maha-sastra yang terus berproses, karya setengah jadi yang merindukan mitra pencipta untuk melampaui diri.
Dibantu perangkat deteksi nuklir, ilmu-ilmu kehidupan mutakhir telah mengubah seluruh tubuh organisme, termasuk manusia, menjadi draf teks sastra yang kaya dan menantang. Kalimat-kalimat yang kurang bagus dalam teks gen yang diwarisi dari leluhur bisa digunting dan dibuang. Kalimat-kalimat yang lebih bagus bisa saja dimasukkan ke dalam draf teks tersebut.
Ilmu-ilmu alam seperti kosmologi dan fisika nuklir yang dibimbing oleh matematika pelan-pelan juga bekerja dan bermimpi meringkas semesta raya ini menjadi sebaris rumus, selarik puisi. Puisi semesta raya ini mungkin saja juga perlu disunting, mungkin juga tidak. Tapi, cukup jelas bahwa puisi semesta itu menunggu sekaligus memberikan jalan bagi penciptaan puisi semesta lainnya.
Pemahaman tentang penyastraan semesta ini tentu juga mencakup pemahaman tentang hakikat sastra yang bertaut sangat erat dengan musik, tentang sejarah puisi yang berasal dari nyanyian, tentang lirik yang berasal dari lyre. Pemahaman seperti ini bukan hanya mengubah seluruh rasa cemas menjadi takjub, ia juga mengundang kita untuk ikut menari bersama dalam tarian semesta raya.




Nirwan Ahmad Arsuka, Pendiri Pustaka Bergerak  ( Sumber : Kompas 16 Februari 2017)