January 26, 2019

Pengalaman Jadi Penulis Kejar Honor




Pengalaman Jadi Penulis Kejar Honor


Pada waktu itu, ketika masih mahasiswa UGM ditahun-tahun 75an. Satu satunya untuk mendapatkan uang yang saya tahu barulah dari sisi penulisan. Ya jadi penulis di Koran Harian. Tetapi terus terang kala itu honor tulisan juga tergolong cukup besar. Untuk satu tulisan jenis artikel Opini di harian Kompas, Surabaya Post, Sinar Harapan berpariasi mulai dari Rp 25 – 35 ribu. Harga 1 kg beras waktu itu Rp 30. Jadi satu tulisan itu bisa memperlah satu ton beras. Sementara untuk Koran local (Kota) biasanya antara Rp 1500 sampai Rp3500 per artikelnya. Kalau di bandingkan dengan sekarang memang sangat jauh berbeda.
Mengirimkan artikel ke Koran atau umumnya kolom opini di media massa, mungkin menjadi dambaan bagi para penulis. Entah menulis untuk  koran berskala nasional atau pun lokal, yang jelas ada prestise tersendiri bagi penulisnya serta kepuasan berbagi perspektif pada masyarakat. Namun demikian, kita harus punya perhitungan. Sebab kita akan bersaing dengan banyak penulis profesional. Keraskah persaingan itu? Jawabnya tentu relative. Kalau tulisan anda memang bagus dan berkualitas serta pada waktu yang tepat, maka kemungkinan artikel anda untuk dimuat besar sekali. Tetapi apakah itu suatu jaminan? Tentu tidak, sebab pada ahirnya yang berhak menentukan dimuat tidaknya tulisan anda tersebut tergantung Redaksi dan Pimpinan Redaksinya.

Dalam upaya menulis di media arus utama ini, kita perlu banyak belajar dari penulis lain tentang keberhasilan mereka menembus media massa. Yakni dengan membaca artikel-artikel mereka serta memperhatikan waktu artikel tersebut dimuat.  Salah satu rubrik paling polpuler adalah opini, dimana banyak penulis profesional begitu antusias menulis di sini. Karena itu, saya ingin mengatakannya di sini, bahwa mencoba kemampuan menulis anda bisa diukur dari sisi ini. Meski demikian bukan berarti sebuah tulisan yang tidak bisa dimuat di suatu kolom opini Surat Kabar berarti tulisan tersebut jelek. Dalam hal ini ada terpaut soal selera. Tetapi sebagai calon penulis professional hal seperti ini bisa jadi pertanda. Mampukah anda membuat tulisan dan dimuat di Koran tersebut. Mulailah berjenjang, urutkan dari Koran kecil di kota anda, kemudian ke kota tetangga dan seterusnya hingga Koran terbaik di negeri ini. Menurut saya ide seperti itu akan mampu menumbuhkan adrenalin kepenulisan anda, dan itu sesuatu yang menarik.



Saya pernah berada pada kondisi seperti itu, tetapi motivasinya berbeda. Waktu tahun-tahun 75 an saat masih mahasiswa di UGM Yogyakarta, saya berjuang untuk bisa menjadi penulis Koran demi mendapatkan honornya. Saat itu belum ada computer, belum ada wifi dan kehidupan Online. Yang ada barulah mesin tik dan Tip Eks sebagai penghapusnya. Di tengah berbagai keterbatasan dan kegiatan perkuliahan, saya melakukan pelatihan menulis dengan otodidak ( Kisah selengkap nya sobat bisa lihat dibuku saya: Ketika Semua Jalan Seolah Tertutup… Menulis Malah Memberiku Semuanya). Hasilnya setelah enam bulan berjuang barulah satu tulisan saya dimuat di Koran  Dua Mingguan Eksponen di jalan KH Dahlan-Yogyakarta. Senangnya bukan main.

Dua bulan berikutnya, hampir semua Koran nasional sudah menerbitkan artikel-artikel saya. Yang Paling melegakan, saya dapat mempertahankan penghasilan honor dari tulisan saya tiap bulannya antara 17-35 ribu rupiah. Sutau capaian yang tidak sederhana. Saya masih ingat anak bupati yang kostnya di Realino waktu itu wesselnya baru sebesar Dua puluh lima ribu rupiah. Harga beras per Kg baru tiga puluh rupiah. Jadi harga satu artikel di harian Nasional seperti Kompas-Sinar Harapan dan Surabaya Post waktu itu bervariasi antara 17,500 sampai 30,000 rupiah atau setara dengan 580 kg -1000 kg beras ukuran sedang, sementara Koran Lokal seperti Kedaulatan Rakyat, Pikiran Rakyat dan Suara Merdeka bervariasi antara 1500-2500 rupiah. Berkaca dengan pengalaman ini maka menjadi penulis professional adalah soal kemauan.




Pakailah Tip Sederhana Ini  Inilah beberapa tips atau kiat yang umumnya dilakukan para penulis pemula, sehingga tulisannya berhasil menembus media. Di antaranya;

Perhatikan gaya penulisan media tersebut. Demikian juga dengan gaya penulisan opininya di koran tersebut, sebab masing-masing media mempunyai standar dan selera penulisan yang berbeda.

Topik Aktual. Koran terbit setiap hari, isu berubah setiap saat. Untuk menulis topik aktual, tantangannya adalah  untuk tidak hanya mengerti isu-isu terdahulu tapi juga memprediksi isu yang akan datang. Karena itu mengikuti isu yang tengah berkembang di media tersebut, namun bukan semacam berita melainkan opini dengan berbagai perspektif. Sebagai penulis opini, kita dituntut cermat menghadirkan perspektif baru untuk mengurai persolan yang tengah terjadi bahan penulisan melalui tersebut tersebut.

Ide Orisinal, Bukan Plagiat atapun Kompilasi. Terkadang data didapat dari tulisan lain. Tapi yang perlu diperhatikan, jangan sampai data itu justru menjadi yang utama dalam tulisan. Kembangkan ide terlebih dahulu baru kemudian data mengikuti.
Argumentasi Logis.Logisme adalah syarat mutlak supaya ide dapat diterima dengan baik oleh masyarakat. Karena, tujuan menulis sejatinya adalah untuk menyumbangkan solusi dan tidak bertele-tele. Kurangi kata ‘kita’. Karena kata ‘kita’ mengesankan tulisan tersebut adalah tajuk rencana atau tulisan untuk meyapa redaksi. Sebut saja saya atau penulis kecuali kalau sifatnya memang sudah common sense.
Mengikuti Aturan.Perhatikan betul ejaan yang digunakan. Perhatikan pula aturan yang ditentukan oleh redaksi, misalnya: jenis tulisan, jumlah karakter, margin, spasi, dan seterusnya. Sebaik-baiknya tulisan tapi jika tidak mengikuti aturan tetap akan ditolak oleh redaksi. Kemudian menggunakan Bahasa yang Sopan.Keba nyakan media kini menerima tulisan melalui e-mail. Karena kemudahan ini, terkadang kaidah dan etika menulis surat terabaikan. Tulislah isi e-mail dengan sapaan kepada redaksi dan berisi maksud e-mail tersebut dengan bahasa yang sopan. Dengan begitu, redaksi jadi lebih merasa dihormati.

Perbanyak referensi. Sebuah tulisan akan sulit meyakinkan redaksi kolom opini jika referensinya kurang meyakinkan, entah itu sebagai data penguat, atau teori yang digunakan dalam menopang perspektif tulisannya. Meski referensi yang berlebihan juga pasti akan menyebalkan, dan itu tentu tidak disukai.

Afiliasi dalam sebuah lembaga atau organisasi. Biasanya, background seorang penulis opini juga dipertim bangkan. Hal ini bisa dimaklumi, misalkan anda seorang peneliti dari lingkungan Kementerian Pertahanan. Meskipun apa yang anda tuliskan sebenarnya tidak jauh beda dari penulis lainnya, tetapi latar belakang anda dari Kementerian terkait telah mempunyai nilai tersendiri bagi mereka. Lagi pula Harian tersebut ada juga keinginan untuk melahirkan penulis dari lingkungan Kementerian Pertahanan. Dari pengalaman penulis sendiri, sering terasa ada perhatian dari Redaksi terkait dimana posisi penulisnya. Saya masih ingat takkala penulis melakukan penegasan batas antara Indonesia dan Papua New Guinea, semua tulisan yang saya kirimkan dari lokasi tersebut dimuat oleh media yang saya kirimi. Begitu juga pada saat saya melaksanakan Kuliah Kerja Nyata, semua tulisan-tulisan dari lapangan tersebut dimuat oleh media yang saya kirimi. Kesan saya waktu itu, redaksinya seperti ingin membantu penulisnya. Dengan kata lain latarbelakang si penulis termasuk sesuatu yang jadi pertimbangan redaksi.
Juga jangan lupa untuk melampirkan data diri penulis. Syarat yang satu ini juga penting. Jangan lupa cantumkan scan KTP atau tanda diri lainnya seperti nomor NPWP, nomor rekening (biasanya ada honor untuk penulis), dan foto diri . Untuk syarat seperti ini, biasanya agak berbeda antara Koran yang satu dan lainnya, karena itu perlu disesuaikan dengan permintaan media bersangkutan.

July 15, 2018

Jajal Kemampuan Menjual Produk Clickbank mu Secara Gratis



 Jajal Kemampuan Menjual Produk Clickbank mu Secara Gratis

Tulisan ini saya cuplik dari Buku “Cara Mudah Mencari Uang di Clickbank”, khususnya terkait bagaimana caranya memasarkan produk tersebut ke ratusan media social lainnya, secara mudah dan tidak perlu bayar. Pada tahapan ini anda sudah diberi tahu cara membuat Link Affiliasi di Clickbank dan kini tinggal memasarkannya lewat berbagai media social secara mudah dan menyenangkan.
Sekarang tiba saatnya untuk menguji kemampuan menjual yang ada pada diri Anda. Artinya, anda mau mencoba memasarkan produk dari Clikbank dengan cara sederhana dan tanpa memerlukan biaya ekstra. Artinya anda pada kesempatan kali ini, baru mencoba memanfaatkan berbagai social media yang ada tanpa atau belum memanfaatkan bisnis periklanan. Hal pertama yang perlu anda ingat adalah, bahwa Hoplink atau Link Affiliasi yang anda dapatkan dari Clickbank, belum bisa anda tampilkan di berbagai social media tersebut meski ada juga yang bisa. Misalnya di Twitter. Mari kita lihat seperti apa jadinya.
Pertama anda pergi ke Clickbank.com/Marketplace.htm   maka anda akan sampai di laman ini Dalam tulisan ini tidak dimuatkan gambarnya. Secara lebih jelas anda bisa lihat di Bukunya” Cara Mudah Cari Uang di Clickbank” :
Kemudian mencari produk yang menurut Anda akan laku di jual, kita mencarinya di Segmen E-Business/E-Marketing  kemudian kita pilih produk dengan memakai Sort Results by Graviti maka akan kita dapatkan produk sebagai berikut :
Kita akan mempromosikan produk “ Five Minute Profit Sites - 75% Comm & Bonuses! (view mobile)” dan kemudian Klik Promote maka anda akan di bawa ke :
Kemudian anda Klik tulisan Create nya maka akan keluarlah Link Affiliasi atau Hoplink produk yang akan anda pasarkan tersebut. Jadinya seperti ini :
Cara Buat Hoplink di Clickbank
Setelah Hoplinknya dapat, anda bisa mengambilnya dengan Copy Paste sehingga didapatlah Hoplink atau Link Afliasi nya sebagai berikut :  http://2be76bin06tsnseds2p7s25wa3.hop.clickbank.net/
Nah sekarang coba cari Link tersebut ke Google maka anda akan melihat produk yang akan anda pasarkan tersebut yakni seperti ini :
Nah anda kini sudah bisa melihat produk yang akan anda pasarkan : Masalahnya, kalau Link tersebut anda postingkan di Facebook maka dapat dipastikan Facebook tidak akan mau menerimanya, alias link tersebut tidak akan jadi apa-apa. Begitu juga kalau anda ke Blogger Dll Tapi anda bisa ke Twitter atau tepatnya ke http://www.twitshot.com/ anda tinggal pastekan pada websitenya, maka akan muncullah gambar sbb :
Anda tinggal meng Twit pada Twitter nya maka anda sudah ber iklan di Twitter dengan Iklan lengkapnya sebagai berikut :
Cara buat Iklan Gratis di Twitter
Artinya iklan anda akan muncul di Twitter Anda dengan gambar sebagai berikut. Pada contoh diatas, iklan tersebut langsung saya terapkan di Laman Twitter saya. Gampangkan? Ya sesederhana itulah caranya. Agar Iklan anda muncul pada saat ramai, maka anda juga harus mengunggah iklan anda pada jam-jam di saat orang banyak lagi ramai di Medsos. Misalnya sekitar Jam-jam 10-11 pagi dan pada jam antara 12-13 siang, sesuai dengan waktu setempat atau waktu local. Anda bisa melakukan perubahan gambar dengan mengunggah gambar lain yang menurut anda akan menarik perhatian orang lain; demikian juga dengan kata-katanya rumah di sana sini. Sehingga Iklan yang anda tampilkan terlihat baru dan menyenangkan.
Nah kalau anda mau membuat iklan gratis di berbagai media lainnya seperti ke Tumblr, Blogger, Facebook, LinkedIn Dll maka sebaiknya anda membuat sebuah tulisan sederhana tentang produk yang anda iklan itu di Blogger atau website gratisan. Artinya anda tidak perlu mengeluarkan biaya untuk beriklan tetapi tetap tampil keren dan menarik. Salah satu yang saya sarankan adalah dengan langkah-langkah sebagai berikut. Pertama anda membuat Blog dahulu di Blogger. Tidak perlu bayar. Kemudian anda membuat postingan tentang produk yang anda akan iklankan tersebut. Setelah postingannya di publish atau diterbitkan maka anda bisa mengiklankan postingan tersebut hamper ke semua Medsos, seperti Yahoo, Bing, Google+,Tumblr, LinkedIn Dll hanya dengan memanfaatkan Add to Any nya Google Ekstension. Nah dalam Buku “Cara Mudah Cari Uang di Clickbank” telah diajarkan cara membuat Blogger sampai anda bisa. Sampai disini Anda saya anggap sudah bisa membuat sebuah Blog di Blogger. Sebagai contoh, saya menamakan blog bisnetreseller.blogspot.com atau bisnisusahareseller.blogspot.com Jika Anda membuat blog dengan tujuan mempromosikan produk Anda atau produk afiliasi, maka dalam memilih nama, sebaiknya berisi nama produk atau jasa yang akan Anda tawarkan. Misalnya jika Anda ingin menjual software Vidfuse, Anda bisa memilih kata kunci Vidfuse misalnya jadi Vidfuseviedo.blogspot.com artinya nama produk tersebut jadi bagian dari nama blog anda.
Berikut saya perlihatkan waktu saya mempromosikan produk Traffic Travis. Judulnya saya buat agar lebih menarik menjadi : Traffic Travis Best Keywords Tool for Marketing   tulisan tersebut saya buat di blogger saya : http://affiliatereviewfornewbie.blogspot.com/2018/05/traffic-travis-best-keywords-tool-for.html


 Gambar Iklan di Google+

Nah dalam postingan ini sudah saya masukkan Hoplink atau Link Affiliate saya. Artinya akalau para pembacanya senang dan kemudian melakukan pembelian lewat Link saya, maka saya akan dapat komisi. Gampang kan?
Lalu bagaimana caranya agar Postingan atau Iklan terselubung ini bisa di muat di berbagai Medsos lainnya? Gampang. Taroh kursor computer anda pada body tulisan yang ada di blog anda tersebut lihat gambar. Klik kanan Mouse nya, maka akan terlihat tulisan Add to Any…dan diujungnya anda akan menemukan ratusan Media Sosial yang bisa anda kirimkan tulisan anda. Jadi anda tinggal memilih media social yang mana yang anda suka. Misalnya Facebook maka yang perlu anda lakukan Copy bagian dari tulisan anda yang paling menarik, kemudian klik kanan Mouse nya lalu pilih media sosialnya; misalnya Google+ maka ia akan muncul sebagai berikut :
Enak sekali kan? Ya lah Iklan anda akan dilihat banyak orang, kalau anda melakukannya pada waktu yang tepat. Hal seperti ini dapat anda lakukan ke ratusan Media social lainnya. Asal anda memang mempunyai akun di Media tersebut. Misalnya di Facebook, ya anda harus punya akun Facebook. Demikian juga di Twitter, di LinkEdIn, Tumblr, Google+ Dll. Saya juga produk dalam bahasa Indonesia, misalnya Jual Buku Formula Gaptek, caranya sama dengan yang telah kita jelaskan diatas, dan hasilnya jadi seperti ini :

 Gambar Formula Gaptek di Google+

May 14, 2018

Aroma Doa Bilal Jawad


Ilustrasi oleh  Anton Susanto
Oleh Raudal Tanjung Banua

Apakah doa punya aroma? Setiap kali pertanyaan ini datang menggoda, aku akan teringat seorang tukang doa yang setia di masa kecilku. Entah mengapa, tiap kali mengingatnya, lafaz doa serasa bangkit bersama aroma yang membubung dari hidung ke dalam batin. Adalah Bilal Jawad, lelaki setengah baya yang sudah dianggap sebagai tukang doa keluarga di kampungku lantaran kesetiaannya mendatangi kami pada hari baik bulan baik. Ya, sepekan menjelang bulan puasa, Bilal Jawad akan datang ke kampung kami. Ia tiba selepas siang, dan kembali semalam-malam hari ke rumahnya di kampung lereng bukit. Sebenarnya dia berasal dari kampung kami juga, tetapi menikah di kampung sebelah. Bahkan, ia termasuk kerabat ayahku, karena itu aku dan adikku memanggilnya Pak Uwo.
Di kampung istrinya, ia dipercaya sebagai bilal. Suaranya lengking dan panjang, pas belaka dengan keadaan kampung yang berbukit-bukit. Karena itu, tugasnya sebagai muazin tak tergantikan. Nah, di antara itu, Bilal Jawad punya tugas yang juga tak tergantikan di kampung kami: memimpin doa menyambut Ramadhan!
Sudah menjadi kebiasaan di kampung kami menyambut Ramadhan dengan cara menggelar doa di tiap rumah. Ada beberapa tukang doa yang bisa kami panggil, tetapi yang paling akrab Bilal Jawad. Tinggal menyesuaikan jadwal, maka setiap rumah mendapat giliran didatanginya. Kami akan memasak yang enak-enak: rendang, gulai ayam, goreng itik, kalio jengkol, ikan panggang. Semua itu dihidangkan sehabis berdoa.
Bilal Jawad mencatat jadwal tahunan itu dengan rapi, buktinya tak sekalipun ia alpa atau lupa. Boleh jadi karena ia sekalian berziarah ke makam orangtua, menjenguk kerabat dan menengok rumah kelahirannya. Di rumah yang ditempati keponakannya itulah ia beristirahat, sembari menunggu panggilan memimpin doa.
Ia akan datang ke rumah orang yang memanggilnya dengan naik sepeda ontel. Ia kenakan peci beludru, celana panjang katun serta kemeja lengan panjang. Meski bukan bahan yang mahal, tetapi rapi terawat. Dan, lebih dari itu menjadi penampilannya yang khas.
Dia biasa mengunjuk salam sejak dari halaman disertai dentang lonceng sepeda tiga kali. Bila salam berjawab salam, maka naiklah ia ke atas rumah, duduk di tikar pandan, tempat ia bersiap memimpin doa.
Ia akan bertanya kepada si tuan rumah, apa-apa hajat hendak disampaikan, buat siapa doa dikirimkan. Tuan rumah akan berkata, ini doa hari baik bulan baik, semogalah lancar segala ibadah, didatangkan berkah bagi seisi rumah. Terucap pula nama-nama yang sudah tiada, almarhum-almarhumah, jika sempit kuburnya mohon lapangkan, jika gelap minta terangkan. Lalu harapan supaya anak-anak lancar bersekolah, padi di sawah jauh dari hama, mereka yang di rantau bisa pulang berlebaran tahun ini dan berbagai pinta lagi.
Demikian halnya Bilal Jawad, ia sangat bertanggung jawab. Ia menyambut permintaan dan harapan itu dengan air muka yang yakin. Katanya, Allah Azza Wajalah menyuruh hamba berdoa, dan Dialah Maha Pengabul Segala Pinta. Si tuan rumah serentak menyambut, ”Aaamiiiin..!!” bahkan sebelum doa dimulai.
Bilal Jawad membawa kemenyan sendiri di dalam saku celananya—bentuk tanggung jawabnya yang lain. Jika tuan rumah lupa atau sedang tak punya, ia akan mengeluarkan kemenyan simpanannya itu tanpa diminta. Ke dalam bara api di atas loyang, kemenyan dibubuhkan, maka membubunglah asapnya yang wangi mengiringi doa ke langit tinggi.
Bacaan doa Bilal Jawad sangat fasih. Sayup dan terang ganti-berganti, seolah kata-kata suci itu telah terbang menjauh meninggalkan kami yang duduk bersila, tetapi lalu kembali lagi ketika lafaznya dikeraskan. Doa yang dirapalnya terbilang panjang dan lengkap, ibaratnya dari A sampai Z. Setengah bergurau, orang kampungku biasa berkata, ”Berdoa bersama Bilal Jawad serasa doa setahun diringkas satu hari, semua permintaan ada.”
Setelah doa selesai, dilanjutkan makan bersama. Seketika denting piring dan gelas menggantikan keheningan. Namun, Bilal Jawad makan ala kadarnya, sebab ia akan makan di tiap rumah. Jika sehari ia datangi empat atau lima rumah, maka berapa piring makanan yang harus ia habiskan? Karena itu, ia mengatur porsinya sedemikian rupa, sebab jangan sampai pula di satu rumah ia tak makan. Bisa kecil hati si tuan rumah. Membesarkan hati orang lain itu baik. Toh sisa makanan enak-enak itu selanjutnya akan kami gasak adik-beradik.
Sebelum turun jenjang, ayah-ibu kami biasa menyelipkan lembaran uang ke tangan Bilal Jawad, juga ala kadarnya. Ia ucapkan terima kasih sambil memasukkan uang itu ke dalam kantong celananya, kantong yang sama tempat ia menyimpan kemenyan.
Konon, uang yang disimpan di kantong celana Bilal Jawad bukan saja ikut berubah wangi, tetapi juga dianggap membawa berkah. Entah siapa yang memulainya. Boleh jadi awalnya dari gurauan, tetapi lambat-laun membesar dan diyakini, terutama kalangan anak-anak. Seperti kami yang selalu membayangkan aroma uang yang keluar dari sakunya. Kami senang mengendus-endus uang kertas yang kami miliki. Mana tahu beraroma saku Pak Uwo.
Maka, ketika tercium bau wangi, aku berteriak, ”Uang Bilal Jawad!”
”Uang Pak Uwo!” kata adikku membetulkan kelancanganku.
”Ya, Pak Uwo Jawad,” ulangku.
Kami berebut menciumnya. Namun, ternyata bau rokok pertanda uang itu dari saku ayah. Atau bau rampai pertanda ibu menyimpan uang itu di balik bantal. Ini menambah rasa penasaran kami untuk memburu uang dari saku sang Bilal.
Sepanjang petang hingga malam, Bilal Jawad bisa berdoa di atas tiga hingga lima rumah. Ia akan diberitahu jadwal berdoa terlebih dahulu oleh keluarga yang mengundangnya. Bilamana tiba giliran kami mendoa, maka tugasku memberitahu Pak Uwo.
Lebih sering ia kudapatkan di belakang berkeliling melihat pohon kelapa peninggalan orangtuanya. Kadang membersihkan beluntas, membetulkan pancang kedondong, mengasah pisau, atau memperbaiki payung. Itu cara dia mengisi waktu. Kalau aku datang, ia akan mengusap kepalaku dan kurasakan ada berkah terselubung menaiki puncak ubunku.
Ia bertanya bagaimana sekolahku. Rasa simpatinya membuatku bisa tanpa beban bercerita bahwa aku senang pergi ke muara tempat berlabuh kapal ikan. Aku memungut ikan yang tercecer, meski Paman Markis—Pak Uwo-ku yang lain—sering memarahiku.
”Tujuan Paman Markis-mu baik,” katanya. ”Kalau kau sudah merasakan uang dari menjual ikan, kau tak akan mau sekolah. Kau akan mencari ikan terus, mencari uang terus.”
Nasihatnya sejuk. Bau ikan di muara tiba-tiba terasa menusuk hidungku, membuatku tak mau lagi ke muara. Padahal, sebelumnya Paman Markis selalu gagal mencegahku.
Suatu hari menjelang bulan puasa, entah tahun berapa dari masa kanakku, aku menjemput Pak Uwo Jawad lagi. Kali itu aku menemukannya sudah berpakaian ”dinas” dan bersiap menuntun sepedanya. Karena itu, ia mengajakku sekalian boncengan.
Aku bilang ibu pasti belum siap. ”Tadi kata ibu berdoanya habis magrib, Pak Uwo. Sekarang gulai ibu belum masak.”
Pak Uwo tersenyum. ”Tak mengapa, kita berdoa dulu ke rumah yang lain. Kau, kan, sudah memakai celana panjang,” katanya.
Memang, bila menjemputnya aku selalu disuruh ibu berpakaian rapi, bahkan memakai peci. Kata ibu, selain menghormati orang yang akan memimpin doa, itu bisa membawa berkah. Dan, ibu benar. Buktinya aku diajak Pak Uwo berdoa ke rumah yang lain.
Kami melaju di atas sepedanya menuju rumah Etek Marianis. Sepanjang jalan aku menghirup aroma yang wangi dari punggung baju Pak Uwo. Jiwaku serasa membubung. Kucari-cari aroma yang pernah hinggap di hidungku. Tetap saja aku merasa tak ada aroma yang menyamainya. Itu campuran menyan, asap, bahkan keringat di lengan baju yang bersitahan mengulurkan telapak tangan ke langit.
Belum habis rasa senangku menghirup aroma punggungnya yang agak bungkuk, laki-laki itu sudah menghentikan laju sepeda. Ia bunyikan lonceng tiga kali.
Teng! Teng! Teng!
Dari halaman rumah Etek Marianis yang luas, ia sebar salam ke arah jenjang. Etek Marianis tersenyum manis menyambut kami. Dia sudah tahu bahwa aku anak Si Anu dan ponakan Bilal Jawad, jadi tak ada pertanyaan apa-apa saat ia melihatku.
Kami langsung masuk dan duduk di tikar pandan. Seperti biasa, sebelum berdoa, Etek Marianis menyebut harapannya. Selain menyambut bulan puasa dan mengirim doa untuk leluhur, ia juga berharap suaminya yang masih di Malaysia bisa pulang sebelum Lebaran.
Aku ucapkan ”Aaamiiinnn…” dengan suara keras, seolah menyatakan bahwa diriku ada bersama pemimpin doa. Pak Uwo-ku!
Karena Etek Marianis tak punya kemenyan, maka Pak Uwo mengeluarkan kemenyan dari sakunya. Kemudian ia taburkan ke atas bara di loyang. Dan, begitu bara ditiup, asap membubungkan aroma yang tak terkatakan. Urat sarafku berdenyar. Dadaku penuh. Waktu terasa singkat. Mataku terpejam, dalam, dalam….
Aku baru tersadar ketika seisi rumah bilang ”Aamiiiin…” dan tuan rumah mempersilakan kami makan.
Pak Uwo dipersilakan menyanduk nasi lebih dulu. Nasi putih dari beras baru, wangi dan pulen. Pak Uwo menaruh sepotong ikan kakap di piringku. ”Kau suka ini, kan?” katanya.
Aku mengangguk.
”Makan yang kenyang, Kudal,” kata Etek Marianis. Gulai ikannya enak, tetapi aku malu-malu, apalagi Pak Uwo makannya sedikit dan mencuci tangan lebih dulu.
”Di rumah nanti juga mendoa, Tek,” kataku.
”O, mintalah supaya cita-citamu tercapai, Nak,” kata Etek Marianis lagi.
Selesai makan, kami lalu pamit, pindah ke rumah yang lain.
Dan, begitu pula: berdoa, makan, pergi.
Hanya di rumah yang ketiga, si tuan rumah menganggap aku anak Pak Uwo. Dia memang orang baru di kampungku, meskipun beberapa kali diundang berceramah dan mengisi pengajian di kecamatan. Namanya Baihaqi, usianya separuh usia Pak Uwo. Ia orang kota yang menikah dengan perempuan kampung kami, Maryanti, yang pernah kuliah di kota provinsi. Wajar Om Baihaqi tak tahu siapa aku, bahkan Uni Mar pun lupa padaku. Mereka baru pindah setelah ibu Uni Mar meninggal menyusul sang ayah, kemudian mereka melanjutkan usaha keluarga membuat kerupuk ikan.
Di rumah ini pula, untuk pertama kalinya aku bertemu tuan rumah yang menolak membakar kemenyan, meskipun Pak Uwo bilang, ”Ini sekadar harum-haruman.”
Baihaqi bergeming, sambil bergumam, ”Bagaimanapun, kami takut bidah, Engku.”
Pak Uwo hanya tersenyum, dan tentu saja doa tetap lancar. Entah dalam hatinya ada yang mengganjal, aku tak tahu. Untuk mencairkan suasana, selesai berdoa, Om Baihaqi memberi kami kerupuk ikan. Sebelum melaju, kerupuk itu kami gantung di setang sepeda. Lalu Pak Uwo bersenandung sepanjang jalan, yang kelak kuketahui itu selawat nabi.
Rumahku yang keempat didatangi Pak Uwo hari itu. Sebelum membunyikan lonceng sepeda, ia rogoh saku bajunya. Selembar uang seribuan ia keluarkan. ”Ambil,” katanya.
Aku terkaget takjub mendapatkan uang keberuntungan langsung dari Sang Bilal. Meski bukan dari saku celana tempat kemenyannya tersimpan, tetapi apa bedanya? Seluruh pakaian dan tubuh pendoa seperti Bilal Jawad bagiku sama diselubungi aroma doa.
Aroma itulah yang selalu menggodaku di rantau orang, setiap memasuki bulan Ramadhan. Ya, sudah bertahun-tahun aku hidup merantau, sudah banyak aroma kucium di tengah doa-doa yang dipanjatkan. Aroma setanggi, harum lilin, hio, dupa, dan bunga-bunga. Di antara semua itu, aroma doa Bilal Jawad tak pernah padam, tak lampus diterkam waktu.
Karena itu, aku bergembira kali ini sebab berkesempatan pulang menyambut bulan puasa, sekalian menjenguk ayah-ibuku yang sudah tua. Aku akan berdoa bersama mereka, dipimpin tukang doa kami yang istimewa.
Namun, betapa aku kecewa mendengar kabar dari adikku. ”Sudah lama Pak Uwo tak memimpin doa,” katanya.
”Kenapa begitu?” tanyaku heran. ”Kurasa ia masih kuat menggayuh sepeda…”
Adikku menjelaskan bahwa Bilal Jawad sudah tidak diperkenankan membakar kemenyan saat berdoa setelah Ustaz Baihaqi diangkat jadi imam-khatib yang baru di kampungku. Bagi Bilal Jawad soalnya tentu bukan sebatas larangan itu, tetapi menyangkut harga diri. Entah cara yang ia terima menyinggung perasaan, merasa dipaksa atau yang lain.
Yang jelas sejak itu ia tersisih atau menyisihkan diri di kampung lereng bukit. Namun, aneh, mendengar kabar miring itu, lafaz dan aroma doa Bilal Jawad tiba-tiba membubung di pucuk hidung dan menyusup ke dalam batinku. Sejuk mewangi. Menyepuh langit tinggi.

Raudal Tanjung Banua, lahir di Lansano, Pesisir Selatan, Sumbar, 19 Januari 1975. Buku cerpennya antara lain Ziarah bagi Yang Hidup (2004) dan Parang tak Berulu (2005). Mengelola Komunitas Rumahlebah dan Akar Indonesia di Yogyakarta.

Ilustrasi Cerpen, karya Anton Susanto, kelahiran Bandung, 17 Desember 1979. Studio Lukis Departemen Seni Murni FSRD ITB, Bandung. Pameran yang diikuti antara lain ”Banjir”, Bandung (2018) Bandung Drawing Festival (2017)
Simber : Kompas.id, 13 Mei 2018