komunitas Pustaka Berjalan Garut-Kompas.id |
Kesadaran
masyarakat untuk membaca masih rendah. Apalagi, gawai semakin canggih, banyak
yang semakin malas membaca buku. Dengan kondisi itu, sekelompok mahasiswa
membentuk komunitas Pustaka Berjalan untuk menularkan hobi membaca. Bagi Dicki
Lukmana dan Dzikrilah, memerlukan keberanian dan percaya diri untuk membuat
sebuah perpustakaan umum. Dua mahasiswa Jurusan Jurnalistik Fakultas Ilmu
Komunikasi Universitas Garut, Jawa Barat, meski berpenampilan rambut gondrong
punya perhatian khusus pada minat baca masyarakat.
Dimulai
dari kebiasaan membaca buku, mereka sering menggembol ransel yang penuh dengan
buku-buku bacaan. Satu ransel ukuran 16 liter bisa diisi sampai 10 buku bacaan.Awalnya,
mereka hobi membaca buku tentang apa saja. Sayangnya, koleksi buku yang terus
bertambah, tertumpuk tidak terurus. Untuk itu, mereka rela meminjamkan bukunya
kepada teman-teman di kampus. Lama-kelamaan Dicki dan Dzikri dilabeli sebagai
Pustaka Berjalan (Puber) oleh teman- temannya. Apalagi, mereka selalu membawa
tas yang penuh dengan buku-buku.
“Kami
dijuluki si ‘puber’ karena tas kami selalu penuh dengan puluhan buku,” ujar
Dzikri ketika ditemui di lapaknya di sekitar alun-alun Jalan Ahmad Yani, Garut,
Jumat (11/8) lalu.Seiring berjalannya waktu, mulai November 2016, Puber
memberanikan diri membuka lapak di beberapa acara, seperti di acara musik,
festival sekolah, dan seminar. Di situ, siapa saja boleh membaca koleksi buku
mereka.“Koleksi buku-buku kami lumayan variatif, mulai dari novel, sastra,
sejarah, pengetahuan sampai buku cerita anak. Kalau yang paling sering dipinjam
biasanya novel dan sejarah,” kata Dicki.
Lalu,
dua bulan kemudian, mereka memberanikan diri menggelar lapak di tempat umum.
Mereka melihat fasilitas tempat membaca umum di Garut masih sedikit. Hanya ada
satu perpustakaan umum daerah.“Kami berangkat dari kesadaran kalau fasilitas
tempat membaca umum di Garut masih minim. Nah, kami, kan, punya koleksi buku
yang cukup banyak, ya, sudah dibawa saja ke kampus untuk buka lapak. Dan,
sekarang kami buka di tempat umum, seperti di Alun-Alun Garut,” kata Dicki.
Menurut
Dicki, koleksi buku-buku di perpustakaan umum, kebanyakan sulit dipahami oleh
orang awam. “Sebenarnya, minat baca masyarakat memang bagus. Namun, karena
orang-orang malas ke perpustakaan dan juga koleksi bukunya lebih spesifik untuk
kalangan tertentu,” katanya.Sejak Januari 2017, Puber membuka lapak di
Alun-Alun Garut. Mereka yang bergabung ke komunitas untuk merelakan bukunya
dibaca dan dipinjam pun semakin bertambah. Saat ini, ada delapan anggota Puber
yang aktif. Sementara pengunjung yang datang bisa berasal dari mana saja. Bukan
hanya membaca buku di tempat lapak, pengunjung juga bisa meminjam dengan
catatan harus dikembalikan dalam waktu dua minggu.
Tak
ketinggalan pedagang yang ingin membaca buku pun datang ke lapak Puber.
“Lapaknya sangat menarik, ragam buku yang banyak membuat pengetahuan saya
bertambah. Walaupun saya hanya tukang gorengan, saya juga perlu membaca untuk
menambah pengetahuan saya,” ujar Endang, pedagang gorengan di sekitar
alun-alun.
Menambah koleksi
Semakin
banyaknya peminat membuat Puber bersemangat menambah koleksi buku-bukunya.
“Buat penambahan buku, kami menerima donasi buku, dengan membangun jaringan
dengan komunitas-komunitas lainnya. Kadang-kadang ada juga pengunjung lapak
baca yang sengaja datang untuk berdonasi,” kata Dicki. Saat ini, jumlah buku
yang mereka miliki sebanyak 200 judul. Buku yang mereka dapatkan adalah hasil
dari swadaya dan milik pribadi. Puber mengharapkan kehadirannya bisa
meningkatkan minat baca masyarakat Garut. Apalagi untuk membaca di tempat ini
semuanya gratis, tidak dipungut biaya.
Salah
satu hal yang unik dari Puber yang hampir semua anggotanya berambut gondrong.
Sampai-sampai mereka membuat diskusi terbuka tentang “Rambut dan Komoditas”.
Hal tersebut dilakukan untuk mengenalkan Puber ke masyarakat, dan mengubah
pandangan orang lain tentang rambut gondrong. Diskusi merupakan cara Puber
untuk untuk menambah aktivitas. Dua minggu sekali, mereka mengadakan diskusi
umum yang dinamakan ngumpul heula (berkumpul dulu). Pertemuan tersebut diadakan
di awal dan pertengahan bulan. Untuk menambah inspirasi Puber juga kerap kali
hiking (naik gunung). “Selain ngelapak, kita ngumpul buat diskusi tentang hal
yang lagi hits saat ini, kita juga sering naik gunung,” ujar Dicki.
Tak
hanya lapak membaca, Puber juga mempunyai agenda untuk membantu perpustakaan
desa yang teringgal. Saat ini, Puber sedang membantu perpustakaan di Cigintung,
Kecamatan Singajaya, Garut, karena kurangnya sumber daya manusia.Untuk ikut
bergabung dengan Puber, syaratnya harus sering kumpul dan membantu acara.
Sebenarnya, bukan hal yang di sengaja anggota Puber berambut gondrong. “Rambut
gondrong hanya identitas. Semoga saja bisa mengubah anggapan masyarakat tentang
rambut gondrong yang identik dengan premanisme,” ujar Dicki. (SIE/*)
Sumber : https://kompas.id/baca/gaya-hidup/2017/08/22/menularkan-budaya-membaca-ke-urang-garut/