Showing posts with label catatan blog seorang prajurit perbatasan. Show all posts
Showing posts with label catatan blog seorang prajurit perbatasan. Show all posts

January 12, 2022

Penulis Perbatasan Menulis Konten Berkualitas SEO Friendly

 


Para Mastah SEO Menulis Konten Berkualitas

Oleh harmen batubara

Meskipun Anda Ingin Menjadi seorang Mastah SEO. Namun Jangan Lupa. Meski Optimasi SEO atau Search Engine Optimation yang anda lakukan tergolong Tingkat para Mastah. Tetapi jangan Lupa  dan Ingat Konten yang berkualitas meski tanpa SEO tetap saja akan Top Markotop dan disenangi banyak orang. Blogmu bakalan di datangi banyak pengunjung. Sebaliknya meski memakai SEO kalau kualitas kontennya biasa saja, ya anggak akan NENDANG alias tidak ada guna. Jadi intinya anda perlu Konten Berkualitas yang SEO Friendly. Maksudnya artikel seo friendly adalah artikel berkualitas yang SEO friendly, yang juga memakai kaidah-kaidah SEO.

Cara Menulis Konten Berkualitas SEO Friendly

Apa sebenarnya Konten berkualitas SEO friendly itu? Susahkah memakai logika SEO(Search Engine Optimi zation) Friendly itu? Sebenar nya sangat mudah, kalau anda bisa menulis dengan baik dalam tatanan sebagai penulis tradisional, maka sesungguhnya anda cukup sekedar mengetahui saja tentang apa SEO itu. Karena tulisan anda yang bagus itu akan secara otomatis disenangi oleh Google, Bing dll. Lho malah begitu? Ya sebab seorang penulis yang baik itu tahu persis apa yang dibutuhkan oleh para pembacanya. Nah si mesin pencari itu sebenarnya ingin menerjemahkan kesukaan para pembacanya itu dengan bahasa SEO. Berarti anda harus bisa menyajikan Konten yang Bagus. Itu saja intinya. Nah prosesnya jadi begini.

Seperti apakah contoh artikel seo friendly itu ? Konten dengan kualitas terbaik Kalau anda perhatikan, konten adalah komponen utama dalam halaman website. Artinya, konten memegang peranan terbesar dalam optimasi SEO. Mustahil mendapatkan peringkat 1 tanpa punya konten berkualitas.…tapi, apa itu konten berkualitas? Inilah ciri-cirinya : Memberikan manfaat besar  bagi pengunjung atau pembacanya ;  Kontennya lebih baik dari konten yang sama yang pernah ada ;  Dinikmati dan disimak dalam waktu panjang oleh pengunjung atau pembacanya ; Membangkitkan rasa bagi yang membacanya  misalnya seperti kagum, terhibur, bahagia,dll. : dan  memberikan penyelesaikan perrmasalahan bagi pembacanya  Itulah  kriteria konten berkualitas. Kalau anda ingin mendapatkan peringkat  Satu di mesin pencari dalam durasi yang lama, maka konten anda sebaiknya memenuhi kelima hal itu.


Jadi kalau anda mau tahu cara Menulis Artikel Berkualitas. Cara menulis artikel SEO friendly, teruslah membaca. Inilah Langkah-langkah Dalam penulisannya : Tetapi sebelum itu saya ingin mengingatkan pada anda terkait  long tail keyword. Long tail keyword adalah turunan dari short keyword tiga samapi 5 suku kata lebih. Nah mari kita mulai : Pertama:  Kenali Media Audiens Yang Bakal Jadi Sasaran tulisan Anda ;Kedua :   Temukan topik  aktual Dengan Iide Orisinal.  Memilih Isu Tulisan Sesuai Kata kunci yang lagi Trending.    Manfaatkan alat-alat ini : Google Search Console ; Google Keyword Planner ; Google Trends ; Google Analytics ; AdWord & SEO Keyword Permutation Generator; Wordtracker ; Keywordtool (dot) io ; Moz.; KWFinder ; LSI Keywords; Dll untuk menemukan kata kuncimu. Ketiga  :  Kemukakan masalahnya dukung dengan analisa, Kenapa Bisa Jadi Masalah, beri data/fakta baru, dan berikan alternatif solusinya; Keempat :    Berikan bobot pada artikel itu dengan me-referensi pemikiran para ahlinya; Kelima  :   Pakailah bahasa tulis yang SEO friendly, baik dan benar sesuai dengan ketentuan yang berlaku; Keenam:  Jangan Menggurui tapi berikan pencerahan.  Hindari menulis hal-hal yang mempertentangkan masalah SARA (suku, agama, ras, antargolongan);    Ketujuh  : Menulislah secara profesional, perhatikan desain dan kerapian artikel  sehingga terlihat rapi  dan enak dipandang mata.

Baca Juga :  Penulis Kejar Honor, Sulitkah menulis di Harian Kompas?

Susahkah memakai logika SEO(Search Engine Optimi zation) Friendly itu? Sebenar nya sangat mudah, kalau anda bisa menulis dengan baik dalam tatanan sebagai penulis tradisional, maka sesungguhnya anda cukup sekedar mengetahui saja tentang apa SEO itu. Karena tulisan anda yang bagus itu akan secara otomatis disenangi oleh Google, Bing dll. Lho malah begitu? Ya sebab seorang penulis yang baik itu tahu persis apa yang dibutuhkan oleh para pembacanya. Nah si mesin pencari itu sebenarnya ingin menerjemahkan kesukaan para pembacanya itu dengan bahasa SEO.

Seperti apa sebenarnya cara kerja mesin pencari seperti Google, Bing, Yahoo dll itu? Logikanya kurang lebih begini. Ketika seseorang membutuhkan informasi dari internet, maka mereka akan mendatangi mesin pencari. Kata apa yang mereka gunakan untuk mencari informasi tersebut? Pasti sesuai keinginan mereka. Lalu nengetikkan apa informasi yang mereka cari. Hal seperti itu dilakukan oleh semua orang internet setiap saat. Maka mesin pencari ini menjadikan diri mereka sebuah perpustakaan yang sangat besar untuk menyimpan semua keinginan sang pencari Informasi. Karena itu , setiap tulisan yang di upload oleh siapa saja ke internet maka Google, Bing , Yahoo dll itu akan menyimpan informasi itu secara terstruktur secara apik sebagaimana sebuah perpustakaan dikelola. Jadi tegasnya mesin pencari itu adalah Perpustakaan raksasa, yang kalau dibuat secara fisik bangunannya bisa melebihi lapangan sepak Bola Gelora Bung Karno.

Logikanya begini. Cobalah Tanya om Google, misalnya dengan mengatikkan “melamar pekerjaan”, maka dalam hitungan detik saja anda akan disuguhi tulisan sebanyak jutaan file yang terkait informasi tsb. Nah bayangkan kalau informasi yang jutaan itu dibuat dalam bentuk buku secara fisik, pasti akan memerlukan bangunan yang sangat dan sangat besar. Jelas kan? Ya jelas sekali. Nah SEO ini, adalah ilmu untuk mengetahui kata-kata apa saja yang dilakukan oleh para pencari informasi, khususnya kalau mereka mencarinya di Google, Bing, Yahoo dll itu. Jadi kalau anda akan menulis sesuatu, maka anda harus peka dengan kata-kata yang sering dicari orang di mesin pencari itu. Itu saja ? Ya itu saja.

Apakah saya harus paham SEO? Menurut saya sangat perlu, sebabnya agar anda bisa memanfaatkan mesin pencari itu untuk kepentingan anda sendiri. Terserah apakah anda seorang penulis, seorang marketing atau apa saja. Kalau anda paham dengan SEO maka anda pasti lebih efisien kerjanya dan dapat memanfaatkan mesin pencari itu demi kepentingan anda. Memang pernyataan-pernyataan di atas seakan mewajibkan semua pemilik website mengaplikasikan SEO karena sedemikian dahsyatnya.Tapi tidak semua orang/website butuh SEO. Ini karena tidak semua website membutuhkan pengunjung dari mesin pencari. Ada jenis-jenis website yang justru tidak efektif kalau memanfaatkan SEO sebagai strategi utamanya. Begini maksudnya…Mesin pencari seperti Google menampilkan daftar website sesuai kata kunci yang dimasukkan oleh manusia si pencari informasi. Artinya, anda hanya akan mendapatkan pengunjung apabila kata kunci yang anda inginkan juga diinginkan oleh orang lain.

Coba bayangkan jenis website ini:  perbatasan; Humor atau hiburan;    Blog personal; Cerita fiksi, dll.  Sangat jarang…atau bahkan tidak ada atau sangat jarang  yang mencari konten dari website seperti itu lewat mesin pencari. Maka dari itu strategi pemasaran utama mereka bukan SEO, melainkan SOCIAL MEDIA MARKETING misalnya, facebook, google plus, instagram, pinterest, LinkedIn, StumbleUpon,Tumblr, dll atau iklan berbayar  lainnya. Karena itu perlu dipahami,  Kalau jenis website anda memang yang tidak pernah dicari lewat mesin pencari, maka anda tidak perlu menguasai SEO. Tetapi sebaliknya, Anda perlu belajar SEO dan mengaplikasikannya ke website kalau anda adalah seorang: Blogger professional; Pemilik website bisnis; Affiliate & CPA marketer; Pemilik toko online; Pengembang software berbasis web; Profesional yang memanfaatkan website untuk membangun reputasi; Profesional yang memiliki portfolio online; Penjual produk/jasa lewat internet; dan Pengusaha yang ingin melakukan pemasaran online. Alasannya juga sederhana, karena calon kustomer, pelanggan, dan pengguna mereka adalah orang-orang yang menggunakan mesin pencari. Disinilah Teknik SEO bisa sangat berperan dan menjadi faktor penentu dalam kesuksesan bisnis mereka.penulis pilihan

Konten SEO Friendly Dari Mastah SEO

Mesin pencari seperti Google, Yahoo, Bing dll  setiap saat akan berusaha untuk bisa memberikan layanan terbaik bagi para “pemakainya”. Hal itu mereka tunjukkan dengan memberi urutan teratas dalam mesin pencarian mereka. Mereka ingin supaya para kastamernya senang dan puas menggunakan layanan mereka. Sebaliknya para pengguna menginginkan supaya website mereka  muncul di halaman pertama. Karena itulah mesin pencari selalu ingin menampilkan hasil terbaik untuk setiap kata kunci yang dimasukkan pengguna. Jadi inti dari SEO adalah untuk menjadikan website anda yang terbaik untuk kata kunci yang anda inginkan. Misalnya, Anda ingin kalau seseorang mengetikkan Sepatu di mesin pencari atau kalau seseorang menanyakan om google tentang Sepatu, maka Website Sepatu andalah yang muncul duluan. Yah seperti itulah kurang lebih maknanya.



Untuk mengetahui Keywords yang trending atau yang lagi “ini” atau banyak di cari di mesin pencari seperti Google, Yahoo, Bing Dll maka anda perlu alat atau tool yang disebut “keywords Research”, versi gratisnya anda bisa memakai Google Keywords Planner ; Google Search Console ; Google Trends ; Google Analytics ; AdWord & SEO Keyword Permutation Generator; Wordtracker ; Keywordtool (dot) io ; Moz.; KWFinder ; LSI Keywords; Dll  Kalau versi berbayarnya ya seperti “Long Tail Pro”. Kenapa harus pakai alat itu? Ya alat ini memang didesain untuk bisa menyajikan Keyword apa yang lagi popular pada saat anda memakainya. Jadi anda tinggal memasukkan “keyword” yang akan anda tuliskan, maka dalam waktu singkat anda akan mendapatkan hasilnya berbagai “keywords” yang sepadan serta lagi popular dengan keyword yang anda masukkan.

Nah dengan mendapatkan kata-kata “kunci” tadi (keywords) maka anda tinggal mengolahnya, dan pastikan setiap kata kunci itu terdapat pada bagian-bagian tertentu dari tulisan anda, misalnya pada ; Judul Tulisan; pada awal tulisan; pada pertengahan dan pada ahir tulisan; juga jangan lupa untuk menarohnya pada sub Judul tulisan dan pada Meta diskripsinya termasuk adanya “alt tag” pada image atau keterangan gambar yang anda sertakan.

Baca  Juga  :  Sukses Bisnis Affiliate: Wujudkan Peluangmu

Sekarang Anda sudah mempunyai alat penelitian kata kunci, tinggal Anda harus tahu di mana harus meletakan kata kunci tersebut yang benar agar memberi manfaat, berikut lokasi penempatan Kata Kunci yang perlu anda perhatikan;

Title Tag: Judul tag adalah tempat yang bagus dalam menempatkan frase kata kunci Anda. Judul tag adalah awal pertama kali search engine untuk mengindexnya, maka sangat rugi bila Anda tidak memberi kata kunci yang tertarget.

Deskripsi: Kebanyakan orang sebelum mengklik link yang di berikan oleh Google, Orang membaca deskripsi singkat dulu, apakah memang artikel itu yang di cari. Intinya berikan deskripsi yang singkat menarik pengunjung dan mesin pencari, ikut setakan kata kunci panjang di dalamnya.

Konten: Sekarang Anda perlu menulis frace kata kunci Anda ke dalam situs Anda. Hal ini memerlukan kecerdasan dan pengalaman. Intinya bagaimana anda bisa meletakkan kata kunci anda pada artikel tetapi orang tidak berasa terganggu.

Link: Buatlah link URL Anda sesingkat mungkin, namun mengandung kata kunci. Google sendiri menyatakan bahwa 2-3 kata dari URL adalah kata kunci yang berbobot. Dengan melakukan riset kata kunci dan menempatkannya dengan tepat anda akan menikmati hasilnya.

Kemudian? Apa saja yang harus saya pelajari? Kalau itu pertanyaannya maka tentu akan sangat panjang dan lebar jawabannya dan itu juga tidak akan bertahan lama. Sebab setiap saat ilmu berkembang, tradisi berubah dan semuanya berganti. Maka ilmu SEO juga seperti itu, Nggak ada habisnya. Dalam garis besarnya untuk saat ini ada beberapa komponen utama dalam SEO; komponen-komponen ini yang akan menentukan seberapa baik website anda secara SEO dimata mesin pencari. Komponen ini pulalah yang menentukan urutan rangking di hasil pencarian SEARCH ENGINE. Secara singkat, kurang lebih inilah hal hal yang perlu anda pelajari untuk menguasai SEO: Mengoptimasi halaman halaman website anda, ya itu tadi, manfaatkan kata kunci dalam tulisan anda.



Kemudian Riset kata kunci (Keyword research); Menganalisa kompetisi, artinya sengitkan persaingan kata kunci yang anda pergunakan? Kalau misalnya kompetisinya keras, maka itu berarti ada persaingan besar. Itu berarti memerlukan dukungan yang besar pula. Misalnya dengan memanfaatka iklan berbayar Dll. Karena itu, kompetisi harus dipahami.Jangan sampai anda berhadapan dengan pebisnis besar yang memang punya semua perangkan untuk mengoptimalkan “kata kuncinya”. Kalau itu yang terjadi anda pasti tersingkir. Kecuali anda juga sudah siap berkompetisi.  Ingat dalam membuat tulisan atau konten yang teroptimasi sesuai target, maksudnya ya adanya penyebaran kata kunci secara alamiah dalam tulisan anda.Membangun popularitas, link, dan reputasi; Terahir secara terus menerus melakukan audit terhadap performa SEO tulisan-tulisan Anda Dll

Jadi kalau anda adalah seorang penulis konten pro atau amatiran yang mencari keberuntungan dalam penulisan artikel, ebook terkait pemasaran, blogging, dan lain-lain di dunia Online maka anda memang perlu mengetahui dan menjadi ahli dalam hal SEO. Begitu juga kalau anda seorang penulis biasa, maka mengetahui SEO tidak ada ruginya. Malah akan memberikan anda berbagai keuntungan yang bermanfaat bagi kepenulisan anda.

seo friendly adalah, contoh artikel seo friendly, artikel seo friendly adalah, seo adalah, artikel seo adalah, contoh konten artikel, cara menulis artikel seo, long tail keyword adalah

 

 

June 25, 2021

Harmen Batubara Penulis Dari Perbatasan


Musim Panen adalah musim yang ditunggu-tunggu. Umumnya pada musim panen warga akan mebuatnya semenarik mungkin, sesuai dengan kemampuannya. Misalnya di sawah sudah dibuat kan panggung untuk “mardege” atau merontookan padi di dekat lungguk Padinya. Juga sudah ada tempat saung istirahat dan saung masak. Karena acaranya hanya satu hari, maka dia jadi sesuatu yang menarik dan menyenangkan. Tradisi itu dimulai dari sekitar jam 09.00 ( sawah jauhnya lebih kurang 3-5 km dari kampung) dari sarapan bubur dahulu, kemudian dilanjutkan dengan acara mardege. Jam 12 an masuk  isoma atau istirahat, sholat, dan makan. Acara makan siang biasanya dilakukan dengan hidangan masakan yang “menggoda”, misalnya dengan, gulai Ikan Sale Lele dipadu dengan gule “bulunggadung” atau daun pucuk singkong, dan sambal pedas Tuktuk.. masakan khas daerah Tapanuli tetapi rasanya sebagai sesuatu yang tidak ada duanya. Ueenaknya Full.  kegiatan berlanjut hingga jam 15.00 sholat ashar dan makan kolak bisa kolak pisang, bisa singkong rebus atau lopek dan berhenti lagi saat ishoma untuk sholat magrib hingga sholat Isa dan kemudian dilanjutkan lagi sampai selesai.


Ketika Musim Panen Padi Tiba

Musim Panen adalah musim yang menghadirkan harapan bahagia, senang menyambut datangnya Panen. Banyak tradisi yang dilakukan oleh berbagai warga, sesuai tradisi nya masing-masing. Saya coba angkat kisah menyenangkan saat Manyabi atau Panen Padi tiba di Kampung Saya. Aekgarugur Tapanuli Selatan. Tradisi itu sejatinya diambil dari “Marsialap ari”. Marsialapari dalam bahasa Indonesia adalah saling mengambil hari; sederhananya berarti adalah gotong royong bergiliran. Contoh marsialapari yang dilakukan oleh 4 orang: pada hari pertama mereka gotong royong panen di sawah si A, besoknya mereka di tempat si B, besoknya lagi di tempat C, dan seterusnya hingga semua mendapat giliran.

Saat manyabi (panen) adalah saat paling ditunggu-tunggu warga baik oleh peserta marsialapari maupun anak-anak mereka. Manyabi penuh kenangan dan sangat membahagiakan karena semua dikerjakan secara bersama-sama dengan senang hati dan gembira serta makanan yang terus mengalir. Makan dengan gulai daun singkong, gulai ikan sale atau gulai telur daun singkong dengan sambal tuk..tuk Nikmatnya semua bisa rasa.

Kegiatan Panen ini mulai dari memotong padi atau menyabit, dikumpulkan ke satu tempat disebut lungguk, diteruskan dengan mardege”merontokkan padinya” dengan cara diinjak-injak seolah seperti menari. Biasanya “Saung Mardege” ini dibuat dengan pola para atau panggung dengan memakai bahan bambu. Bentuknya seperti panggung, lantainya dibuat begitu rupa, sehingga padi yang rontok bisa jatuhan ke lantai yang telah disediakan tikar sebagai penampung. Di panggung inilah bulir-bulir padi itu di injak-injak dengan kaki ( laksana menari) dan buah padi akan langsung berjatuhan ke lantai penampungan. Padi-padi ini kemudian diambil dan dilanjutkan dengan membersihkan padi (sekarang tinggal di masukkan mesin “combine harvester”, rontokkan & bersihkan padi) dengan menganginkan atau mengayaknya…baru dimasukkan ke karung.

Selesai nya pekerjaan sekitaran jam 21.00 an, dilanjutkan ngopi dengan nyamikan kue bikinan sendiri bisa dari singkong, atau pisang …selama hajatan biasanya ada juga yang mutarin lagu-lagu asli daerah itu lewat “tape recorder” masa lalu. Sungguh suatu kegiatan tradisi yang penuh gembira dengan rasa persaudaraan…yang kental…dan tidak terasa semuanya bisa berjalan dengan baik dan begitu cepat. Umumnya suasana musim panen adalah suasana musim panas berangin dengan malam yang cerah dengan sinaran rembulan…

 


Dalam hal seperti ini, saya lalu ingat masa kecil saya. Masa masih sekolah Rakyat. Ingat akan guru saya. Guru Saya itu justeru senang melihat saya kalau lagi Jual Eslilin. Beliau selalu beli eslilin saya dan setiap aku tidak mau menerima uangnya. Beliau pasti setengah marah. Ketika kecil di Kampungku. Setiap hari pasaran, hari Selasa dan kalau kebetulan hari Libur.  Saya pasti ikut jualan EsLilin. Eslilin itu dalam termos, isi 30 potong Es Lilin. Kalau laku semua kita dapat komisi 5 eslilin. Kira-kira sekarang setara Rp 25 ribu. Saya tidak akan pernah lupa nasihat guru SR ( Sekolah Rakyat, kini SD), guru idola saya  lima puluhan tahun lalu. Ketika itu kita masih di kelas 3 SR. Setiap ada kesempatan beliau selalu memberi motivasi dan selalu menyemangati. Kalau kalian ingin jadi murid bapa dan berhasil, maka inilah tugas-tugas yang harus kalian lakukan dengan baik. Pertama, kalian harus bisa pelajaran tambah, kali dan bagi mulai dari satu sampai 10 di luar kepala. Kedua, kalian harus bisa menunaikan shalat, dan bisa jadi imam dalam melaksanakan shalat. Ketiga, kalian harus bisa “berpidato” di depan kelas. Sukur kalau pidato atau cara berpidatonya menarik. Keempat, kalian harus bisa menuliskan “ceritra” dengan baik dan enak dibaca dan bisa menceritrakannya dan enak didengar. Sungguh semua nasihat beliau, aku lakukan dengan senang hati dan menurut saya yang terbaik dari yang ada. 

Bagi kalian yang ingin melanjutkan ke sekolah yang lebih tinggi, sekolah di Padangsidimpuan atau dimana saja, maka kalian harus bisa dan jadikan ini sebagai modalmu. Kalau kamu berhasil. Kamu akan bisa hidup senang di kampungmu  dan bisa merantau ke mana saja.  Pertama, kamu harus bisa menanak nasi. Menanak nasi dengan benar, mulai dari persiapan kayu bakarnya (waktu itu belum ada kompor, yang ada baru kayu bakar) hingga menghidangkannya. Kedua,  bisa mencuci dan menyetrika pakaian kalian sendiri (sterika juga masih pakai arang kayu atau batok kelapa, belum ada listrik). Ketiga, bisa naik sepeda (kala itu belum ada sepeda motor,sepeda juga model sepeda ontel besar). Keempat, bisa menjadi penjual”Es lilin” jajanan yang berhasil (kala itu es lilin dalam termos, Es bisa dijajakan dan kalau laku kita dapat komisi) atau penjual Sayur atau Minyak Tanah  Keliling dengan sepeda. Kelima, kalian harus bisa jadi “penyadap karet” yang baik;  Sebetulnya yang paling menarik dari ceritra beliau itu adalah ilustrasi di setiap ketrampilan yang dijelaskannya.

Kalau semua ini kalian bisa lakukan dengan baik, maka percaya sama bapa kamu akan bisa sekolah ke mana saja, ke negeri mana saja dengan “kekuatan kamu” sendiri. Sejak itu apa yang disampaikan Guru saya itu…betul-betul menjadi azimat yang saya pelajari dan ikhtiarkan agar bisa saya wujutkan; bahasa masa kininya mewujudkannya secara professional, ahli dan jadi trampil dalam bidang yang ada di lingkungan kita berada. Logikanya. Kalau kita punya ketrampilan yang sesuai atau dibutuhkan oleh lingkungan kita sendiri, maka tidak terasa kita sudah bisa beradaptasi dengan lingkungan, merasa dihargai dan diterima oleh lingkungan. Dalam kondisi seperti itu kita percaya dan yakin semua “jalan, semua ketrampilan adalah Emas”. Saya sangat ingin menyampaikan pesan-pesan beliau itu kembali dalam versi Catata Blog Seorang Prajurit Perbatasan dengan bahasa  apa adanya…

Terus terang, saya tadinya tidak punya niat untuk kuliah lagi. Hal itu disebabkan keuangan orang tua dan juga belum ada contohnya anak yang berhasil kuliahnya di Kampung saya. Malah sebaliknya mereka telah menghabiskan semua kebun dan sawah orang taunya, tetapi sekolah juga tidak selesai-selesai. Tetapi sekitar dua minggu sebelum pengumuman kelulusan SMA, saya main ke sekolahan saya. Saat itulah saya baru sadar bahwa sebagian besar teman-teman saya sudah pada punya rencana kuliah. Mereka umumnya ke Medan, Padang, Palembang da nada juga yang ke Jakarta, Bogor dan Yogyakarta. Pada saat itulah hati saya berguncang, dalam hati saya sangat yakin bahwa dengan ketrampilan hidup ( bisa menderes karet, bisa bersawah, bisa berkebun, bisa berjualan sayur mayur dengan sepeda, bisa berjualan minyak tanah dengan sepeda dll) yang sudah saya lakoni di Kampung saya, maka saya percaya saya akan mampu menghidupi diri saya sendiri dan bahkan yakin mampu mengkuliahkan diri sendiri, dimanapun kotanya


Harmen Batubara Penulis Dari Perbatasan

Melihat desa tertinggal di perbatasan tentu tidak semua orang dapat “melihatnya”, karena untuk bisa melihat ketertinggalan itu hanya dapat dilakukan oleh mereka yang tahu makna “tertinggal” itu sendiri. Desa tertinggal itu, ya jauh darimana-mana. Secara fisik desa itu baru dicapai setelah melakukan “perjalanan kaki”, selama satu atau dua hari, karena memang akses jalannya belum ada. Di sepanjang jalan kaki itu, sama sekali tidak ada “warung”. Karena memang semuanya masih berupa hutan dan hutan belukar. Kemudian sampailah anda ke perkampungan tertinggal itu. Ya benar-benar kampung apa adanya. Warung sudah ada, tetapi yang di jual hanya sebatas, beras, garam dan berbagai super mie serta jajanan anak-anak berupa permen dan sejenisnya. Rokok memang ada, tetapi lebih banyak jenis tembakau dan kertas linting. Pendek kata hanya sepertiga dari keperluan sehari-hari,mereka bisa beli juga karena masih bisa dengan cara barter. Jual kelapa, kemudian beli minyak tanah dst.dst.

Berikut Buku-Buku Yang Saya Tulis

Nama Buku

Nama Buku

BumDes & BumNas Sinergis Rakyat Sejahtera

Pengamanan Perbatasan

Seleksi Masuk SeskoaD

Kopi Mandheling Lungun NasoRaSasa

Membaca Strategi Perbatasan Jokowi

Membangun Pertahanan Negara Kepulauan

Formula Sukses Bisnis Affiliasi

Batas Laut Profil Perbatasan Indonesia

Membangun Halaman Depan Bangsa

Ketika Tugu Batas Digeser

Ketika Semua Jalan Tertutup

Rahasia Sukses Penulis Preneur

7Cara Menulis Artikel Yang Disukai Koran

Persiapan Tes Masuk Prajurit TNI

Penyelesaian Perselisihan Batas Daerah

Setiap Asa Bertabur Nikmat

  

Batas Negara Indonesia

Menangkan PilkadaMu

Pengelolaan Wilayah Pesisir

Mendirikan &Membangun BumDes

10 Langkah Efektif Memenangkan Pilkada

Perbatasan Tertinggal&Diterlantarkan

Formula GapTek 10 Jt Perbulan

Tapal Batas Profil Perbatasan Indonesia

Pertahanan Kedaulatan di Perbatasan

Cara Mudah Cari Uang di Clickbank

Cinta Ujung Negeri

Strategi SunTzu Memenangkan Pilkada

Papua Kemiskinan Pembiaran&Separatisme

Jadikan Sebatik Ikon Kota Perbatasan

Penetapan& Penegasan Batas Negara

Bila di diskripsikan dengan kata-kata masyarakat pedesaan perbatasan terpencil adalah masyarakat yang relatf tertutup, mempunyai ketergantungan kuat dengan alam. Melakukan kegiatan produksi yang bersifat subsistence atau peramu, sekedar mengambilnya dari alam dengan mata pencaharian serabutan. Tidak ada atau  memperoleh pelayanan sosial yang sangat minim, menyebabkan tumbuhnya tingkat kualitas SDM yang relatif sangat rendah. Namun demikian, ada juga sebagian masyarakat pedesaan terpencil, khususnya masyarakat adat, mampu menghasilkan produk budaya berkualitas tinggi seperti ukiran suku Asmat, tato suku Mentawai, pengelolaan hutan yang harmonis suku Baduy, dll.

Saya masih ingat kehidupan dikampung saya di Aekgarugur, Tapanulis Selatan di tahun-tahun 60 an. Kampung yang menghubungkan jalan raya provinsi dengan Kampung Sipotang Niari (± 20 km) lewat tengah hutan dan persawahan. Jalan memang sudah ada, tetapi masih sebatas diperkeras, hanya bisa dilewati oleh Pedati, kuda beban dan sepeda ontel. Geliat ekonomi ada, dan warung-warung di sepanjang jalan itu sudah hidup terutama oleh pelaku usaha “transportasi”, di sana sudah kita temukan tempat-tempat warung untuk pangkalan Pedati, ada pula tempat persinggahan bagi para pemilik kuda beban dan juga bagi para pelaku transportasi sepeda ontel para pemikul barang. Mereka membawa hasil bumi (padi, kopi,karet dll) dari sawah, kebun ke perkampungan di sepanjang jalan tersebut, dan kemudian membawa keperluan primer sehari-hari dan sekunder lainnya dari Kampung Aekgarugur atau Sayurmatinggi ke kampung-kapung sepanjang jalan ke Sipotang Niari. Layanan dari pemerintah masih sangat terbatas, belum ada listrik, lokasi sekolahan 4km dari kampung, tidak ada puskesmas tapi untunglah terdapat satu Rumah Sakit di Sayurmatinggi. Jadi kalau ada yang sakit dari desa Sipotang Niari maka cara membawanya adalah dengan ditandu cara sederhana. Kain sarung diusung dengan tiang bambu sebagai tandu, sipesakitan di tidurkan untuk kemudian diusung oleh dua orang, biasanya ada dua pasang tenaga “ganti” yang secara terus menerus bergantian. Jalan 20 km dengan mengusung orang sakit secara bergantian dan marathon adalah sesuatu yang biasa kala itu dan hal itu membutuhkan waktu satu sampai dua harian penuh. Sementara Rumah Sakitnya juga kira-kira setara dengan Puskesmas sekarang ini.

Meski tinggal di kampung terpencil, tetapi ke sekolah terus saja berlanjut. Sejujurnya saya juga tidak mengerti mengapa saya masih terus saja sekolah, padahal jumlah anak SR di sekolahan saya itu hanya tinggal 9 anak lagi, itupun sudah dari berbagai kampung tetangga. Dari kampung saya sendiri hanya tinggal saya saja, yang masih sekolah. Tetapi hebatnya lagi, saya ikut dua sekolah. Pagi jadi murid di SR dan Sore hari ikut Sekolahan Agama. Praktis semua teman-teman di kampung sudah tidak ada lagi yang bersekolah, saya juga sebenarnya ingin juga seperti mereka. Tapi kedua orang tua tidak pernah meminta saya untuk berhenti, dan saya terus melakoninya begitu saja.

Ketika Mampir Di Sat Pam Perbatasan Indonesia-Timor Leste

Sehabis di SR saya harus ikut dengan keluarga ke Kotanopan untuk bersekolah di SMP Kotanopan. Padahal jarak dari Kampung ke Kotanopan itu sekitar 80 Km. Meski jaraknya 80 km, tetapi pada masa itu harus di tempuh selama satu hari perjalanan dengan mobil antar Kota. Namanya mobil Adianbania. Mobil itu memang setiap hari ada 5 trayek dari Kotanopan-Padangsidimpuan. Mereka dari Kotanopan pada pagi hari, mulai dari jam 05.00 pagi dan pulang lagi dari Padangsidimpuan kembali ke Kotanopan. Nah kalau saya naik dari Kampung saya misalnya jam 09.00, saya harus jalan kaki dahulu sejauh 2 km ke pinggir jalan, menunggu Adianbania dari Padangsidimpuan dan baru sampai di Kotanopan Jam 17.00. Tamat dari SMP Kotanopan, saya kemudian melanjutkan ke SMA Kotanopan. Tetapi sayangnya, saya harus dipindahkan ke SMA Padangsidimpuan, karena kebetulan dari anak-anak SMA klas satu naik ke kelas dua ada 4 orang anak yang masuk katagori jurusan Pas/Pal. Saya termasuk salah satunya. Untungnya semua keperluan perpindahannya diatur oleh sekolahan. Jadi saya resmi menjadi Anak kelas II Pas/Pal di SMA 2 Padangsidimpuan. Saya sangat menikmati suasana sekolah saya di Padangsidimpuan. Karena setiap sabtu sore saya bisa pulang ke Aekgarugur (± 30km) dan besok paginya saya bisa manderes karet. Jadi tiap minggu saya bisa dapat uang sendiri dari manderes karet uang setara RP75 -100 ribu. Dalam pergaulan saya, saya ikut Klub Boxing, dan pelari Marathon. Nah yang juga menarik adalah setamat SMA dan perubahan sikap mencari Pendidikan Berikutnya.

Terus terang, saya tadinya tidak punya niat untuk kuliah lagi. Hal itu disebabkan keuangan orang tua dan juga belum ada contohnya anak yang berhasil kuliahnya di Kampung saya. Malah sebaliknya mereka telah menghabiskan semua kebun dan sawah orang taunya, tetapi sekolah juga tidak selesai-selesai. Tetapi sekitar dua minggu sebelum pengumuman kelulusan SMA, saya main ke sekolahan saya. Saat itulah saya baru sadar bahwa sebagian besar teman-teman saya sudah pada punya rencana kuliah. Mereka umumnya ke Medan, Padang, Palembang da nada juga yang ke Jakarta, Bogor dan Yogyakarta. Pada saat itulah hati saya berguncang, dalam hati saya sangat yakin bahwa dengan ketrampilan hidup ( bisa menderes karet, bisa bersawah, bisa berkebun, bisa berjualan sayur mayur dengan sepeda, bisa berjualan minyak tanah dengan sepeda dll) yang sudah saya lakoni di Kampung saya, maka saya percaya saya akan mampu menghidupi diri saya sendiri dan bahkan yakin mampu mengkuliahkan diri sendiri, dimanapun kotanya. Pulang dari Sekolahan niat itu saya bicarakan dengan keluarga. Intinya adalah, keluarga mau mendukung Kuliah ke Yogya dengan Rp 15 ribu serta mampu membiayai sebesar Seribu rupiah perbulan. Waktu itu harga beras masih sekitar 30 rupiah/Kg. Jadi perhitungan saya dengan besar 10 kg atau Rp 300 dan dengan uang Rp 700 lainnya saya akan bisa hidup di Yogya dengan pola saya sendiri. Maka kesampaianlah cita-cita saya untuk meneruskan Kuliah ke Yogyakarta. Soal gimana nantinya? Yan anti sajalah dibicarakan. Toh kalau misalnya gagal juga, ya kembali ke Kampung. Begitu saja.

Pernah dengar dengan istilah tentang anak batak di perantauan kan? Batak tembak langsung. Tapi ini untuk setting ceritra tahun tahun 70an. Itu menurut saya adalah upaya untuk menggambarkan anak-anak batak yang di kampungnya sana, dia dengan segala keterbatasannya. Dia yang aslinya belum tahu apa-apa, dia yang tidak tahu apa itu universitas, apa itu aturan lalu lintas jalan; tidak tahu mana saatnya stop dan mana saat jalan ketika melihat lampu setopan “abang-ijo” di perempatan jalan. Tetapi semua itu tidak menyurutkan semangat mereka untuk melanjutkan kuliah ke Jawa. Banyak dari mereka yang kondisi orang tuanya, sungguh tidak memungkinkan untuk membiayai kuliahnya. Tapi anak-anak batak itu tetap nekat. Tidak berbeda dengan anakan penyu yang meluncur ke laut, dari ribuan yang berlari yang sampai hanya beberapa. Saya salah satu diantaranya. Saya waktu itu, hanya berbekal uang sebesar 15 ribu rupiah dengan kesanggupan orang tua biaya bulanan satu ribu perbulan, dengan tujuan  Yogyakarta. Ongkos kapal waktu itu sudah 6 ribu, uang daftar di UGM 3 ribu. Belum lagi ini itu, jelas membaginya tidak bisa atau sangat sulit sekali.


Saat Wisuda di UGM

Tapi itulah jalannya kehidupan, panggilan suratan tangan. Bagaimana anak kampung dengan semua ke idiotannya menapaki hidup di kota besar metropolitan. Banyak dari teman-teman meski tetap terbatas, tetapi umumnya punya uang bulanan bervariasi, antara 15-25 ribu perbulan. Tapi hal itu sama sekali tidak memberi pengaruh yang berlebihan bagi perjalanan nasibku. Sangat bersyukur karena meski dengan berbagai keterbatasan itu, ternyata saya diterima kuliah di UGM. Saat itu sebuah pencapaian luar biasa. Apalagi bagi seorang siswa lulusan SMA pedalaman dari Sumatera. Tetapi dengan uang satu ribu rupiah perbulan jelas ini sebuah tantangan. Tantangannya nyata dan sungguh luar biasa.

Saya sendiri punya jurus kehidupan langka tapi, menurut saya pas. Misalnya dalam mencari tempat Kos, carilah di wilayah kota yang tidak ada listriknya. Maksudnya agar segalanya lebih terjangkau dan murah. Lokasi itu saya temukan, yakni di Gondolayu, pinggir kali Code. Memang kondisinya kumuh, dan tempat mandinya juga di sumur-sumur seadanya di pinggiran kali code kala itu. Tapi bagi anak kampung seperti saya jelas itu jauh lebih baik dari di Kampung. Waktu itu saya malah dapat tempat kost yang tidak perlu bayar apa-apa.

Persoalan berikutnya adalah bagaimana hidup dengan uang sebesar itu? Memang harga beras waktu itu per kilonya masih rp 30 rupiah. Jadi 10 kg harganya sebesar 300 rupiah. Tapi hidup dengan uang 700 rupiah perbulan, sudah termasuk semuanya secara logika itu tidak masuk akal. Teman saya yang waktu itu kost di asrama Realino, bayarannya sudah 15 ribu rupiah per bulan. Tapi saya sangat percaya jalan pasti ada. Saya  yakin sekali, jalan untuk itu pasti ada. Cuma sayangnya saya belum tahu. Dari berbagai analisa yang saya lakukan, maka jalan yang tersedia adalah jadi penulis di koran harian. Karena menulis tidak terikat waktu, tidak mengganggu waktu kuliah. Tapi menulis untuk bisa dimuat di koran tentunya, bukanlah tulisan yang dibuat oleh penulis seperti saya yang tidak tahu apa-apa tentang menulis. Tapi jalan itu jelas terbuka. Dan saya percaya jalan saya ada di sana. Cuma bagaimana memulainya.

Saya beruntung dan tergolong anak anak yang mudah beradaptasi, dan dengan cepat saya mendapatkan tugas sebagai pembersih dan penunggu “kantor” RW. Sebagai petugas RW saya boleh memakai sarana itu kapan saja, tugas saya hanya merawat kantor, mengetikkan dan menyampaikan surat-surat dinas dan undangan. Entah bagaimana ceritanya, pak RW malah membolehkan saya tinggal di situ, lengkap dengan makan minum gratis di warung yang ada di dekat kantor itu. Coba bayangkan, alangkah murahnya hati pak RW itu. Tuhan menolongku lewat kebaikan hati pak RW. Sederhananya saya dapat pekerjaan jadi penjaga dan merawat kantor RW tanpa upah, tetapi sebaliknya saya bisa tinggal di kantor itu dan dapat makan. Sungguh pencapaian yang luar biasa dan, itu saya peroleh ketika saat mandi di pinggiran kali code.

Sungguh saya sangat bersyukur karena “tangan Tuhan” memberikan saya begitu mudahnya dan semuanya. Tempat tinggal dengan semua sarananya, malah ada listrik, air ledeng dan mesin tik kantor yang bisa saya pakai sampai pagi. Padahal umumnya warga di kampong itu ya hanya dengan lampu teplok dan air sumur. Waktu itu, sasaran dan tekad saya hanya satu jadi penulis. Menulis untuk mendapatkan honor bagi kelanjutan kuliah. Sebagai mahasiswa UGM akses ke perpustakaan terbuka lebar, bahan bacaan saya melimpah. Saya terus menulis, menulis, menulis dan menulis. Menulis dengan mesin tik sebelas jari setiap ada kesempatan.

Sampai suatu hari setelah enam bulan mengetik tulisan siang  dan malam. Salah satu tulisan saya dimuat di Koran dua mingguan EKSPONEN YOGYAKARTA. Aduh senangnya bukan main. Rasanya dunia ini jadi begitu indah. Saya lalu mengajak anak pak RW mengambil honor tulisan itu di jalan KH Dahlan. Memang besarnya hanya 500 rupiah, dan honor itu sendiri saya berikan ke anaknya pak RW. Maka sontak di desa itu nama saya jadi buah bibir dan terkenal, mahasiswa UGM itu ternyata pintar juga menulis. Tetapi yang lebih heboh lagi, dua minggu kemudian, koran Sinar Harapan Jakarta memuat tulisan saya dengan honor 27.500 rupiah begitu juga dengan Surabaya Post dengan honor 30.000 rupiah. Setelah itu tulisan saya sudah ada dimana-mana. Bayangkan teman-teman saya umumnya hanya punya wessel antara 15-25 ribu perbulan sementara saya sudah punya penghasilan dengan rata-rata 30 ribu perbulan.

Saya menikmati kehidupan masa muda saya di Gondolayu selama dua tahun. Pada tahun ke tiga saya sudah bisa menyewa kamar di Jetis Harjo tepat di depan Teknik Geologi UGM waktu itu. Sebagai mahasiswa penulis saya juga sudah punya sepeda motor, dan bisa membayar berbagai kebutuhan saya sebagai mahasiswa Yogya.  Setelah saya memasuki kuliah di tahun ketiga, maka dunia kepenulisan telah mulai memudar karena digantikan oleh dunia survei dan pemetaan. Dari segi penghasilan, tantangan kerja di lapangan ternyata dunia survei lebih menantang. Menulis bagi saya waktu itu hanyalah jadi selingan, sementara kehidupan saya sudah sepenuhnya di topang oleh pekerjaan survei dan pemetaan. Apalagi waktu itu saya juga diangkat sebagai Chief Surveyor untuk lembaga penelitian kerja sama UGM dan KemenPU dalam hal penelitian persawahan Pasang Surut. Kehidupan mahasiswa saya sangat mennyenangkan. Mandiri, penuh dinamik dan antusiasme.

Prajurit Dengan Gaji Terbatas

Setelah lulus Geodesi UGM, mencari pekerjaan masih tergolong Mudah. Kalau di perusahaan cuku Telpon Perusahaannya dan pekerjaan selalu Ada. Saya malkukannya dan sempat beberapa bulan kerja di perusahaan Swasta. Begitu juga kalau mau jadi PNS masih tergolong mudah. Hanya saja memang harus seperti “magang” dahulu. Maksudnya  Kementerian itu mau menerima, tetapi waktunya kan pada bulan-bulan tertentu. Jadi sebelum bulan itu datang, kita jadi “magang” dulu dengan mereka dengan upah sebesar 30% dari Gaji. Sekedar untuk bisa ongkos ke Kantor. Kebetulan saya dipanggil untuk ikut Wajib Militer. Maka jadilah saya prajurit TNI. Tetapi jadi prajurit gajinya juga terbatas, artinya kalau mengandalkan Gaji saja tidak cukup.


Ketika Di Fort Belvoir Virginia USA

Saya lalu ingat besaran gaji saat memulai meniti karier di TNI dahulu. Ya di tahun-tahun 1980an. Sebagai seorang perwira pertama dengan pangkat Letnan Satu total gajinya, sebesar Rp 90 ribu. Itu sudah termasuk ULP ( Uang Lauk Pauk). Artinya itulah semua. Hal yang sama untuk personil Pollri dan PNS, kalaupun beda besarnya kecil sekali. Tentu berbeda dengan karyawan swasta. Kalau perusahaanya baik, ya gajinya besar tetapi kalau perusahaanya biasa saja, maka gajinya juga menyesuaikan. Tetapi tetap penghasilannya masih lebih baik. Untuk menyicil Rumah BTN atau katakanlah Sewa rumah, waktu itu, sebesar Rp60 ribuan/bulan. Bisa dibayangkan bagaimana sisa uang Rp30 ribu itu bisa membiayai makan, pakaian, sekolah anak-anak dan transportasi kekantor dll dalam sebulan. Dalam kondisi keuangan seperti itu, kita juga harus menjaga “road Map” jenjang karier kita. Bagaimana kau bisa tampil sehat, kerja bersemangat dan dapat penilaian baik dari atasanmu? Terus terang tidak banyak yang bisa lolos dengan baik dalam hal seperti ini. Intinya adalah kau harus bisa mencukupi keperluan harian keluargamu terlebih dahulu dan kemudian baru bisa bertugas dengan baik di tempatmu bekerja. Kau harus paham dengan Pareto 80/20.  Tapi bagaimana kau melengkapi keperluan keluargamu? Itulah tantangannya.

Pada masa itu banyak sekali hal yang dilakukan oleh mereka-mereka yang mempunyai persoalan seperti ini. Ada yang nyambi jadi sopir angkot setelah selesai jam kerja. Ada yang buka warung di rumah kontrakannya. Ada juga yang membuka “lesehan” semacam pecel lele dan mengajak teman patungan. Ada yang jadi guru les privat, ada yang jadi petugas “ keamanan” di berbagai tempat usaha atau kegiatan malam. Biasanya para anggota prajurit/Polri yang punya “pergaulan” bisa memanfaatkan jejaring seperti ini. Bisa dibayangkan, bagaimana kinerja mereka ditempat kerjanya, kalau semalaman tidak tidur. Ada juga yang jadi “pengamanan” truk. Jadi anggota prajurit/polri itu sehabis kerja ikut duduk di kenderaan Truk. Dll ternyata dinamika kehidupan itu sangat “responsip”, banyak sekali ragamnya, sulit untuk mengatakannya satu persatu. Bahkan ada banyak yang juga bisa melihat peluang ditengah-tengah kondisi ekonomi seperti itu.


Saat di West Point USA

Pada zaman itu, setiap instansi yang memiliki peralatan yang banyak diminati oleh masarakat atau pengusaha (alasan, untuk membantu biaya pemeliharaan)  masih diperbolehkan untuk menyewakannya. Misalnya jajaran Kementerian PU, mereka boleh menyewakan alat-alat eskapator, stoom walls dsb. Begitu juga TNI., satuan yang mempunyai alat-alat berat seperti itu atau alat-alat “pemetaan”  bisa menyewakannya. Peluang ini sesungguhnya sangat “baik” dan bisa dimanfaatkan oleh anggota prajurit itu sendiri. Saya pernah melihat seorang prajurit bisa “menyewakan” alat-alat pemetaan dari satuan TNI terdekat kepada koleganya di seluruh Nusantara. Karena memang satuan itu ada di setiap Kodam, boleh dikatakan ada di setiap provinsi. Memang “komisi”nya tidak besar, dalam artian sang parjurit tersebut juga harus memikirkan nama baiknya dan nama satuannya. Tetapi yang jelas, kalau bisa memanfaatkannya dengan baik maka ada “pemasukan” yang bisa diperoleh dari kegiatan tersebut.

Hal lain juga sangat khas, khususnya pada prajurit TNI/Polri dan PNS yang bisa berbahasa inggeris atau bahasa lain seperti Jerman, Belanda Dll. Pada masa itu masih sangat banyak kesempatan untuk bisa mengkuti “pendidikan” di luar negeri. Kelebihannya pendidikan di luar negeri apa? Pertama sesuai dengan jenjang kariernya, karena secara langsung bermanfaat untuk meningkatkan SDM di tempat dia bekerja. Penilaian kantornya pasti bagus. Hal lain yang lebih menarik lagi adalah honor yang diterima saat mengikuti pendidikan tersebut. Misalnya untuk prajurit TNI/Polri (waktu itu masih bersatu) dalam satu hari pendidikan di luar negeri minimal mereka memperoleh $10 dari TNI dan $14 dari Kementerian Pertahanan belum lagi dari Negara yang menyelenggarakannya. Besarnya tidak mesti tetapi biasanya sudah menyediakan semua fasilitas dan sarana selama pendidikan. Mulai dari apartemen, makan minum, rekreasi dan uang saku. Artinya kalau prajurit tersebut mau berhemat maka ia akan dengan mudah memperoleh $24-$35 perhari selama ia mengikuti pendidikan. Umumnya mempunyai rentang waktu antara 3-6 bulan. Kalau di hitung dengan kurs pada waktu itu, setara dengan Rp24-35 ribu perhari. Bayangkan dengan gaji yang hanya Rp90 ribu per bulan. Peluang yang sungguh tidak dinyana. Terus terang penulis juga ikut memanfaatkan kesempatan ini. Dari beberapa Sekolah ke dinasan saya, hanya dua yang saya ambil dalam negeri selebihnya saya ambil di luar. Mulai dari Amerika, Autralia, dan Inggeris. Berkat dengan semangat itu. Saya bisa belajar di  Mapping Charting And Geodesy Course (DMA,USA,1984) ; Map Control Survey Course (Aust,1988); Mapping And Manegement Border Area Course (Aust,1993); Rasvy Regimen tal Officer Course (Aust,1994) dan MBA (Leicester Univ, 1998)

 

Mengabdi pada Nusa dan Bangsa

Hal lain yang memungkinkan bisa dikerjakan oleh anggota prajurit/Polri atau PNS adalah menulis. Ya menulis untuk mengejar Honor. Besaran honor menulis pada waktu itu jauh labih besar daripada saat ini. Kenapa saya berani bilang begitu? Pada masa-masa itu harga satu artikel untuk harian sekelas Kompas, Sinar Harapan dan Surabaya Post bisa mencapai antara Rp27.500-35.000. Sementara Koran-koran Lokal seperti Pikiran Rakyat, Kedaulatan Rakyat, Merdeka, Yudhagama Dll bervariasi mulai dari Rp 1.500-3.500 per artikel. Jadi dengan bisa menulis 2 artikel dalam sebulan di harian sekelas Sinar Harapan, atau Surabaya Post, atau Kompas ditambah dengan 4 artikel di harian lokal maka anda bisa memperoleh Rp 50.000-65.000. lumayan kan? Bandingkan dengan gaji yang sebesar Rp 90.000 perbulan. Penulis sendiri, pada waktu itu juga memanfaatkan kemampuan menulis untuk mencari penghasilan tambahan. Saya kebetulan di ajak teman untuk bergabung dengan Majalah Elektronika di Bandung. Disamping menjadi anggota redaksi tersebut, saya juga menjadi penulis buku. Saya punya kesepakatan dengan Penerbit. Waktu itu, setiap naskah buku yang saya serahkan saya dibayar Rp 1.000.000 ( satu juta ). Dengan catatan, besarnya honor penulisan 12.5 % dari harga buku. Jadi besaran satu juta itu adalah pembagian honor yang dibayarkan di depan, yang nantinya akan diperhitungkan kemudian. Kesepakatannya biaya itu, adalah biaya untuk membantu penulisan; seperti biaya untuk pembelian buku-buku referensi dan kebutuhan lainnya. 

June 2, 2020

Menulis Telah MemberiKu Semuanya


Ketika Semua Jalan Tertutup 


Pembaca yang budiman, perkenankan saya menuliskan penggalan cerita yang secara langsung menyangkut jalan kehidupan kepenulisan saya serta berkah yang dihasilkannya. Bisa jadi hal seperti ini jauh dari memadai, tetapi sejujurnnya menulis telah memberiku segalanya.Harapan yang memberikan semangat, semangat kehidupan yang enak dan bahagia untuk dilakoni. Memang masih tetap dalam batasan bersahaja tetapi sungguh memberikan kebahagiaan tersendiri. Menulis ternyata bisa membuka peluang dan memberikan rasa bermakna dan juga menyelesaikan persoalan itu sendiri.
Ini adalah penggalan jalan kehidupan penulis, terkait kegiatan menulis. Saya yakin hal seperti ini akan memberikan sedikit makna bagi banyak orang. Namun demikian saya percaya semua orang mempunyai penggalan kehidupannya sendiri-sendiri yang juga tidak kalah menariknya. Penggalan kehidupan yang tertatah dengan emas dan bahkan berlian. Karena itu saya juga bisa menahan diri. Tetapi yang ingin saya kemukakan di sini adalah saya pernah mengalaminya, yakni hanya punya satu pilihan. Yakni untuk jadi seseorang sebagai penulis. Padahal dari sananya, saya sama sekali jarang bersentuhan dengan upaya untuk menulis. Memang membaca saya suka. Tetapi untuk menuliskannya, saya selalu kesulitan. Kesulitan untuk menyusun kata-katanya. Mana kata-kata yang harus di dahulukan. Pendek kata menulis adalah sesuatu yang tidak terpikirkan sejak dari awalnya.
Pernah dengar dengan istilah tentang anak batak di perantauan kan? Batak tembak langsung. Tapi ini untuk setting ceritra tahun tahun 70an. Itu menurut saya adalah upaya untuk menggambarkan anak-anak batak yang di kampungnya sana, dia dengan segala keterbatasannya. Dia yang aslinya belum tahu apa-apa, dia yang tidak tahu apa itu universitas, apa itu aturan lalu lintas jalan; tidak tahu mana saatnya stop dan mana saat jalan ketika melihat lampu setopan “abang-ijo” di perempatan jalan. Tetapi semua itu tidak menyurutkan semangat mereka untuk melanjutkan kuliah ke Jawa. Banyak dari mereka yang kondisi orang tuanya, sungguh tidak memungkinkan untuk membiayai kuliahnya. Tapi anak-anak batak itu tetap nekat. Tidak berbeda dengan anakan penyu yang meluncur ke laut, dari ribuan yang berlari yang sampai hanya beberapa. Saya salah satu diantaranya. Saya waktu itu, hanya berbekal uang sebesar 15 ribu rupiah dengan kesanggupan orang tua biaya bulanan satu ribu perbulan, dengan tujuan  Yogyakarta. Ongkos kapal waktu itu sudah 6 ribu, uang daftar di UGM 3 ribu. Belum lagi ini itu, jelas membaginya tidak bisa atau sangat sulit sekali.
Tapi itulah jalannya kehidupan, panggilan suratan tangan. Sesungguhnya kisah itu sendiri jauh lebih menarik kalau dituliskan dengan hati. Bagaimana anak kampung dengan semua ke idiotannya menapaki hidup di kota besar metropolitan. Banyak dari teman-teman meski tetap terbatas, tetapi umumnya punya uang bulanan bervariasi, antara 15-25 ribu perbulan. Tapi hal itu sama sekali tidak memberi pengaruh yang berlebihan bagi perjalanan nasibku. Sangat bersyukur karena meski dengan berbagai keterbatasan itu, ternyata saya diterima kuliah di UGM. Saat itu sebuah pencapaian luar biasa. Apalagi bagi seorang siswa lulusan SMA pedalaman dari Sumatera. Tetapi dengan uang satu ribu rupiah perbulan jelas ini sebuah tantangan. Tantangannya nyata dan sungguh luar biasa.
Saya sendiri punya jurus kehidupan langka tapi, menurut saya pas. Misalnya dalam mencari tempat Kos, carilah di wilayah kota yang tidak ada listriknya. Maksudnya agar segalanya lebih terjangkau dan murah. Lokasi itu saya temukan, yakni di Gondolayu, pinggir kali Code. Memang kondisinya kumuh, dan tempat mandinya juga di sumur-sumur seadanya di pinggiran kali code kala itu. Tapi bagi anak kampung seperti saya jelas itu jauh lebih baik dari di Kampung. Waktu itu saya malah dapat tempat kost yang tidak perlu bayar apa-apa.



Persoalan berikutnya adalah bagaimana hidup dengan uang sebesar itu? Memang harga beras waktu itu per kilonya masih rp 30 rupiah. Jadi 10 kg harganya sebesar 300 rupiah. Tapi hidup dengan uang 700 rupiah perbulan, sudah termasuk semuanya secara logika itu tidak masuk akal. Teman saya yang waktu itu kost di asrama Realino, bayarannya sudah 15 ribu rupiah per bulan. Tapi saya sangat percaya jalan pasti ada. Saya  yakin sekali, jalan untuk itu pasti ada. Cuma sayangnya saya belum tahu. Dari berbagai analisa yang saya lakukan, maka jalan yang tersedia adalah jadi penulis di koran harian. Karena menulis tidak terikat waktu, tidak mengganggu waktu kuliah. Tapi menulis untuk bisa dimuat di koran tentunya, bukanlah tulisan yang dibuat oleh penulis seperti saya yang tidak tahu apa-apa tentang menulis. Tapi jalan itu jelas terbuka. Dan saya percaya jalan saya ada di sana. Cuma bagaimana memulainya.
Saya beruntung dan tergolong anak anak yang mudah beradaptasi, dan dengan cepat saya mendapatkan tugas sebagai pembersih dan penunggu “kantor” RW. Sebagai petugas RW saya boleh memakai sarana itu kapan saja, tugas saya hanya merawat kantor, mengetikkan dan menyampaikan surat-surat dinas dan undangan. Entah bagaimana ceritanya, pak RW malah membolehkan saya tinggal di situ, lengkap dengan makan minum gratis di warung yang ada di dekat kantor itu. Coba bayangkan, alangkah murahnya hati pak RW itu. Tuhan menolongku lewat kebaikan hati pak RW. Sederhananya saya dapat pekerjaan jadi penjaga dan merawat kantor RW tanpa upah, tetapi sebaliknya saya bisa tinggal di kantor itu dan dapat makan. Sungguh pencapaian yang luar biasa dan, itu saya peroleh ketika saat mandi di pinggiran kali code.
Sungguh saya sangat bersyukur karena “tangan Tuhan” memberikan saya begitu mudahnya dan semuanya. Tempat tinggal dengan semua sarananya, malah ada listrik, air ledeng dan mesin tik kantor yang bisa saya pakai sampai pagi. Padahal umumnya warga di kampong itu ya hanya dengan lampu teplok dan air sumur. Waktu itu, sasaran dan tekad saya hanya satu jadi penulis. Menulis untuk mendapatkan honor bagi kelanjutan kuliah. Sebagai mahasiswa UGM akses ke perpustakaan terbuka lebar, bahan bacaan saya melimpah. Meski saya tidak atau belum bisa berbahasa inggeris, tapi anehnya saya merasa ngerti apa yang dimaksudkan oleh tulisan dalam buku-buku atau majalah berbahasa inggeris itu. Jadi seolah ide tulisan itu bisa saya tangkap untuk kemudian saya tuliskan dalam aroma dan suasana kehidupan sosial masyarakat kita. Saya terus menulis, menulis, menulis dan menulis. Menulis dengan mesin tik sebelas jari setiap ada kesempatan.
Sampai suatu hari setelah enam bulan mengetik tulisan siang  dan malam. Salah satu tulisan saya dimuat di Koran dua mingguan EKSPONEN YOGYAKARTA. Aduh senangnya bukan main. Rasanya dunia ini jadi begitu indah. Saya lalu mengajak anak pak RW mengambil honor tulisan itu di jalan KH Dahlan. Memang besarnya hanya 500 rupiah, dan honor itu sendiri saya berikan ke anaknya pak RW. Maka sontak di desa itu nama saya jadi buah bibir dan terkenal, mahasiswa UGM itu ternyata pintar juga menulis. Tetapi yang lebih heboh lagi, dua minggu kemudian, koran Sinar Harapan Jakarta memuat tulisan saya dengan honor 27.500 rupiah begitu juga dengan Surabaya Post dengan honor 30.000 rupiah. Setelah itu tulisan saya sudah ada dimana-mana. Bayangkan teman-teman saya umumnya hanya punya wessel antara 15-25 ribu perbulan sementara saya sudah punya penghasilan dengan rata-rata 30 ribu perbulan.
Saya percaya kemudahan itu, memang diberikan Tuhan pada saya karena saya telah meminta kepadaNYA. Saya telah melakoni hidup dengan penuh adaptasi, menjaga hubungan baik, menjadi anak muda yang santun dan ringan tangan. Saya tahu banyak orang yang bersimpati dengan upaya saya, ditambah lagi doa kedua orang tua setiap saat. Sejujurnya saya juga tahu dan yakin bahwa dalam perjalanan kehidupan saya, Tuhan pasti membantu saya dan yakin seyakin yakinnya bahwa pertolongan Tuhan pasti datang bila sudah tiba saatnya. Saya hanya perlu bersabar, bersabar dan ihtiar. Tapi kapan? Itulah rahasiaNYA. Karena itu saya melakukannya dengan yang terbaik, dengan empati serta dibalur dengan semangat pantang menyerah. Berkarya dengan merebut HatiNYA. Dengan referensi seperti itu, saya ingin menuliskan buku ini bagi anak-anak muda zaman sekarang. Zaman dimana semua serba ada dan serba tinggal sentuh.
Saya menikmati kehidupan masa muda saya di Gondolayu selama dua tahun. Pada tahun ke tiga saya sudah bisa menyewa kamar di Jetis Harjo tepat di depan Teknik Geologi UGM waktu itu. Sebagai mahasiswa penulis saya juga sudah punya sepeda motor, dan bisa membayar berbagai kebutuhan saya sebagai mahasiswa Yogya.  Setelah saya memasuki kuliah di tahun ketiga, maka dunia kepenulisan telah mulai memudar karena digantikan oleh dunia survei dan pemetaan. Dari segi penghasilan, tantangan kerja di lapangan ternyata dunia survei lebih menantang. Menulis bagi saya waktu itu hanyalah jadi selingan, sementara kehidupan saya sudah sepenuhnya di topang oleh pekerjaan survei dan pemetaan. Apalagi waktu itu saya juga diangkat sebagai Chief Surveyor untuk lembaga penelitian kerja sama UGM dan KemenPU dalam hal penelitian persawahan Pasang Surut. Kehidupan mahasiswa saya sangat mennyenangkan. Mandiri, penuh dinamik dan antusiasme.
Sehabis dari Yogyakarta, saya kemudian masuk Perwira wajib militer dan menjadi Letnan Satu di Direktorat Topografi TNI-AD. Saya sangat senang dengan kehidupan baru saya sebagai prajurit TNI. Porsi latihannya menurut saya banyak, hidup kita seolah hanya berkisar belajar, latihan dan penugasan. Kemudian kembali lagi ke barak, sekolah lagi dan latihan lagi untuk kemudian ditugaskan ke lapangan. Pekerjaannya penuh dan menarik hanya dalam hal kesejahteraan sungguh sangat terbatas. Dalam kondisi seperti itulah, saya kemudian melihat lagi potensi kepenulisan saya. Saya terlanjur senang dengan kehidupan prajurit tetapi dari sisi kesejahteraannya sungguh sangat terbatas dan perlu tambahan.

Waktu itu saya berhasil mendapatkan izin dari Komandan ( maksudnya boleh menekuni kepenulisan asal jangan menyangkut kebijakan pemerintah dan perihal kehidupan sosial, selebihnya silahkan). Maka saya kembali melihat potensi menulis dalam kehidupan saya. Ketemu kembali kawan lama dalam hal kepenulisan dan jadilah saya memulainya jadi  staf redaksi di Majalah MEKATRONIKA di Bandung. Saya melakoni hidup yang ambi valen ya? Ya kira-kira begitulah. Sebagai prajurit saya suka kehidupannya, saya suka pekerjaannya, pelatihannya disiplinnya,  tetapi untuk hidup saya harus jadi penulis dan menulis. Gambarannya lebih kurang begini. Sebagai prajurit dengan pangkat Lettu (1982 an) gaji dll nya semua 90 ribu perbulan, sudah termasuk Uang Lauk Pauk. Cicilan rumah 60 ribu perbulan. Hidup dengan 30 ribu dengan keluarga jelas sangat tidak memadai.
Tetapi dengan menulis saya kemudian memperoleh honor sebenar 75 ribu perbulan dengan volume tulisan minimal satu tulisan dalam satu minggu. Saya kemudian mendapatkan kontrak kepenulisan buku dengan kesediaan penerbit mau membayar satu naskah buku sebesar satu juta rupiah. Kontrak aslinya jumlah honor adalah 12.5 % dan harga buku (cover price), tetapi penerbit mau membayarkan satu juta per satu naskah dengan catatan nantinya akan di perhitungkan kembali. Karena waktu itu saya mintak ada pembayaran di depan sebagai biaya produksi yang meliputi beli buku-buku, penelitian dll. Maka jadilah saya prajurit dengan gaji sebesar  1.250 ribu rupiiah per bulan. Wow sungguh luar biasa. Sebab setiap bulan saya bisa menghasilkan satu naskah buku plus lain-lain. Secara finansial saya tergolong kuat tetapi dari segi kerja, memang kerjanya dengan berbagai arah.
Kondisi seperti itu bisa bertahan sampai satu tahun, karena kemudian tuntutan hidup ke prajuritan saya menghendaki tugas lain. Yakni sekolah ke luar negeri, ke banyak negara sahabat seperti Amerika, Australia, Inggris dan Belanda. Kalau masa itu sudah era dot com mungkin, kehidupan seperti itu malah jadi tantangan yang sangat menarik. Tetapi karena dunianya masih sangat manual, maka kerja sebagai penulis harus kembali di nomor duakan. Tapi untungnya, sebagai tugas belajar di luar negeri kita juga mendapatkan berbagai tunjangan. Tunjangan pakaian itu sudah pasti, TNI memberikan semuanya, dan tergantung lagi musim apa di sana. Jasnya saja ada 4 stel, jas dan stelan untuk kehidupan sosialisasi di tengah komunitas internasional lainnya baik sebagai warga biasa (sipil) maupun sebagai prajurit. Tunjangan berbentuk uang, yang jumlahnya itu US$24 per hari. Boleh dikatakan, dalam tiap tahunnya 6 bulan di luar negeri untuk berlatih dan belajar di luar negeri dan enam bulan lainnya di lapangan di wilayah nusantara. Menulis sudah tidak sempat lagi. Tapi satu hal yang pasti menulis dalam perjalanan hidup saya telah memberikan warna yang sangat khas, dan saya sangat menikmatinya. Menulis telah memberikan saya apa saja, termasuk segalanya di saat semua jalan seolah sudah terutup. Semoga ada manfaatnya.