Penulis
Pro Menulis Dengan Hati
Oleh
harmen batubara
Mengapa
kita harus menulis dengan hati? Mengapa harus melibatkan hati saat menulis. Bukankah
menulis itu merangkai kata dan kata, atau apakah saat merangkai kata kata itu
lalu kita menghubungkannya dengan hati? Mari kita coba lihat disekitar kita berapa
banyak sampah sampah kertas yang terbuang karena tulisannya, karena isinya tak
ingin diingat, tidak berkesan. Atau pergilah ke toko buku, coba amati berapa banyak buku yang masuk ke toko buku
ternama tapi seminggu kemudian masuk ke box buku buku discount dengan label
discount 70%.
Sedih
juga melihatnya. Padahal penulisannya memerlukan upaya merangkai jutaan kata.
Memerlukan bermalam malam bahkan mungkin berbulan-bulan menuliskannya. Bukan
sampai di situ saja juga bukan tidak mungkin telah melalui riset yang tidak
murah, lama dan melelahkan. Begitu juga dengan editornya; mungkin sang editor telah bermalam malam begadang
serta jelas kurang tidur karena target buku ini harus rampung, harus sudah
masuk mesin cetak, dan sudah harus terpajang di toko. Ya banyak sekali buku
yang ditulis hanya dengan mengandalkan kata kata, hanya mengandalkan target
sesuai kesepakatan atau proposal. Apakah buku itu bisa kita samakan dengan
sayur tanpa garam; atau seperti pembuat cake yang gak ngembang; buku yang
perwajahannya begitu hambar, membosankan dan memang tidak menarik sama sekali.
Apakah
anda setuju kalau menulis dengan hati itu kita sebutkan juga sebagai penulis
dengan kemampuan professional? Memang
sih ada juga yang menyarankan agar kalau menulis itu untuk membuat sebuah
tulisan yang spesial. Membuat sebuah tulisan yang membuat diri kita dan pembaca
lainnya bisa bergetar saat membacanya. Kalau kita lewat ungkapan seperti itu, kita
bisa paham bahwa tulisan yang dimaksudkan adalah tulisan terkait kehidupan. Ya
kehidupan yang menyangkut siapa saja baik itu hewan, manusia dan seterusnya.
Jadi kalau saya perhatikan, yang mereka sebutkan itu menulis dengan hati
sesungguhnya adalah menulislah secara professional. Sebab secara logika, tidak
mungkin sebuah buku teknik yang terkait dengan prosedur “how to” tentang
perawatan mesin kita jadi tergetar dalam membacanya. Tetapi kalau buku teknik
itu sudah di susun secara procedural dan professional maka kita dapat
mengatakan bahwa penulis buku tersebut sudah berhasil dan sudah sangat professional.
Padahal kalau kita lebih peka sedikit saja. Sesungguhnya buku buku seperti itu
sudah ada pakemnya. Sudah ada format bakunya. Kalau format itu diikuti secara
benar maka akan jadilah ia sebuah buku pedoman atau “guide” yang fungsional dan
menarik.
Nah
dalam menulis juga begitu. Semua
pengetahuan terkait menulis itu ya harus di pelajari. Ibarat kata nih ye. Kalau
membuat tulisan atau artikel ya kita harus tahu dahulu jenis yang mana? Sebab
jangan lupa ternyata sebuah artikel itu sangat banyak ragamnya. Ada artikel
narasi, eksposisi, argumentasi dll dll Jadi kalau kita berniat menuliskan
sesuatu tetapi kita sendiri belum bisa mengklassifikasikan jenis artikel yang
akan kita tulis. Maka percayalah, anda akan muter muter saja di sana. Mungkin
niat anda mau membuat sedikit ada lelucon, pada hal artikel anda adalah jenis
narasi. Ya nggak akan mungkin hidup suasananya. Artinya pengetahuan tentang
menulis itu jelas sangat penting. Baru kemudian ketrampilan dalam
menuliskannya. Artinya latihan menulis dan menulis.
Memang
banyak ahli yang mengatakan kalau ingin menulis ya menulis saja. Tetapi itu
bukan berarti anda tidak perlu mempelajari ilmu menulis itu sendiri. Ceritanya
bisa begini. Katakan dikampung anda adalah kampung penghasil bambu. Di seluruh
desa anda bambu tumbuh dimana-mana. Boleh dikatakan semua warga desa adalah
ahli tentang kerajinan dari bahan bambu. Nah kalau demikian ceritranya tentu
beda. Sebab secara tidak terasa sebenarnya anda sendiri sudah “ahli” dalam hal
perbambuan. Cuma belum trampil. Tapi coba lakukan sesuatu yang berbeda. Coba
cari semua buku atau referensi yang terkait dengan bambu dan kerajinan dari bambu,
dan kemudian tekuni dan pelajari. Kemudian padukan dengan kegiatan ikut
berkarya terkait bambu sesuai dengan kehidupan warga desa anda. Maka
percayalah, dalam waktu yang tidak lama. Pastilah anda akan jauh lebih dikenal
dan trampil di desa anda.
Nah
kalau anda sudah paham dengan ilmunya, dan sudah trampil dengan pekerjaannya
maka kalau anda padukan dengan “niatan hati” anda untuk menghasilkan karya bambu
yang bermanfaat dan enak untuk dilihat, maka hal itulah yang barangkali disebut
banyak orang dengan sebutan berkarya dengan hati. Nah menurut saya menulis
dengan hati itu ya tidak jauh beda. Pertama tama pahami dahulu ilmunya.
Kemudian latihlah ketrampilan anda lewat latihan dan latihan atau menulis dan
terus menulis. Maka pada suatu tahapan anda akan bisa merasakan, bahwa kalau
anda mau berkarya dengan hati, maka karya atau tulisan anda akan jadi sebuah
karya yang kalau dibaca akan menyenangkan para pembacanya. Kalau anda
menuliskan artikel kehidupan, maka anda sendiri dan para pembacanya akan
tergetar saat membacanya. Cobalah.
No comments:
Post a Comment